KOTA, Radar Tulungagung – Hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi pada sepekan terakhir ini mengakibatkan ratusan hektare sawah tergenang banjir. Diketahui, selain tanaman padi, tanaman hortikultura seperti melon dan bawang merah juga terdampak, paling parah terjadi di Kecamatan Kalidawir.
“Kami mendata sejak 10 Februari kemarin, terdapat 219 hektare (ha) lahan padi di Tulungagung yang tergenang air. Ada enam kecamatan yang terdampak, yaitu Kalidawir, Ngunut, Sumbergempol, Tulungagung, Gondang, dan Boyolangu,” ujar Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT), Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Tulungagung, Gatot Rahayu.
Gatot menyebut jika Kalidawir memang terparah, karena terdapat 141 ha lahan padi terdampak yang tersebar di lima desa. Yakni, Desa Pagersari, Pakisaji, Tunggangiri, Jabon, dan Salak Kembang. Sedangkan di daerah lain, Ngunut ada dua desa, yakni Desa Sumberingin Kidul dan Balesono; Sumbergempol ada dua, Desa Junjung dan Tambakrejo; Tulungagung di Kelurahan Bago; Gondang di Desa Tawing; Boyolangu di Desa Gedangsewu, Waung, dan Moyoketen.
Selain lahan padi, ungkap Gatot, banjir juga menggenangi lahan persawahan hortikultura. Tercatat setidaknya ada dua tanaman hortikultura yang terdampak yakni melon dan bawang merah. Untuk tanaman hortikultura jenis melon, terdapat 1 ha lahan tergenangi air yang berlokasi di Kecamatan Kalidawir.
Sedangkan untuk tanaman jenis bawang merah, terdapat lahan seluas 2,25 ha yang berlokasi di dua kecamatan, yakni di Kecamatan Kalidawir 2 ha dan Kecamatan Sumbergempol 0,25 ha. Dengan demikian, secara total seluas 3,25 lahan hortikultura di Tulungagung yang terdampak akibat curah hujan tinggi.
Selain curah hujan yang tinggi, diketahui jaringan saluran air di persawahan tidak muat menampung debit air. Alkibatnya, air membeludak dan membanjiri lahan padi milik masyarakat. Bahkan diketahui beberapa kasus terdapat tanggul jebol, seperti di Kecamatan Rejotangan yang membuat lahan padi milik warga tergenangi air.
Namun, menurut dia, dikarenakan kini masih awal tanam sehingga padi tersebut tidak mengalami puso, asalkan tidak tergenang air terlalu lama. Kendati demikian, jika petani tersebut memiliki asuransi, tentunya bisa klaim asuransi dengan nominal per ha Rp 6 juta bila tanaman mengalami puso.
“Kalau pantauan kami, banjir cuma bertahan dua hari lalu surut, jadi aman. Kalau yang tidak punya asuransi, kami ganti dengan benih baru,” pungkasnya.(jar/c1/din)