TULUNGAGUNG – Di Desa Serut, Kecamatan Boyolangu, terdapat tumpukan ban bekas tergolong banyak di salah satu halaman rumah warga, yaitu Iskandar. Dia sudah menjalankan usaha mengubah ban bekas menjadi barang dengan nilai jual tinggi.
“Bisa dibilang pertama kali memulai usaha ini sekitar tahun 2000-an, yang kemudian diikuti oleh tetangga sekitar dengan usaha yang sama,” kata Iskandar.
Menurut dia, terdapat puluhan usaha yang sama yaitu mengolah ban bekas menjadi barang bernilai ekonomi. Namun, usahanya yang pertama di desa tersebut kemudian diikuti lainnya.
Dia mengatakan, ban bekas yang akan dijadikan berbagai perabotan yang akan dijual ini didatangkan dari luar Tulungagung, yaitu daerah Jombang. Bukan sembarang ban bisa dijadikan bahan dasar, melainkan hanya ban dari kendaraan besar seperti ban truk.
Dalam usahanya ini, Iskandar dibantu oleh empat karyawan dalam mengubah ban bekas menjadi beberapa perabotan, seperti tempat sampah, pot, dan lainnya tergantung pada pesanan serta permintaan pasar. Namun, mayoritas dijadikan untuk membuat tempat sampah.
“Pesanan terbanyak adalah tempat sampah, biasanya pesanan dari instansi atau perusahaan tertentu,” katanya.
Untuk proses, ban bekas sebagai bahan utama dilakukan pemotongan atau diiris sesuai bentuk yang diinginkan. Kemudian, ban bekas yang telah diiris halus tersebut direkatkan dengan cara dipaku dan diberi tutup pada bagian bawah tempat sampah. Proses akhir, dicat sesuai motif yang diinginkan dan permintaan pemesan. ”Motif catnya bisa polos, dengan tema tertentu dan pilihan warna sesuai pesanan,” katanya.
Proses awal sampai proses akhir yaitu finishing dengan cat dilakukan di tempat usahanya yang memiliki tempat lumayan luas. Meskipun, terkadang juga tidak membutuhkan cat dan hanya polosan yang akan dikirimkan. Satu ban bekas berukuran besar bisa disulap menjadi 8-10 tempat sampah. Itu tergantung dengan jumlah.
Dalam seminggu, usaha ini dapat memproduksi sekitar 200-an tempat sampah, meskipun tidak menggunakan mesin dan hanya menggunakan tangan manusia saja. Untuk pasar, lanjut dia, melayani beberapa kebutuhan tempat sampah di Tulungagung maupun di luar Tulungagung, seperti daerah Kota Malang dan Surabaya. “Terbanyak adalah pesanan dari luar kota ketimbang dari dalam Tulungagung,” katanya.
Dia mengakui pernah mendapat 2.000 pesanan tempat sampah untuk dikirimkan ke luar kota. Itu merupakan pesanan terbanyak selama memproduksi tempat sampah. Namun, ada kendala pada proses pengiriman. Pertama karena tidak bisa langsung mengirimkan pesanan sebanyak itu kepada pemesan, namun harus bertahap sekiranya 200-an sekali kirim dengan truk.
“Apalagi jika tempat sampah yang dikirimkan menggunakan cat, pasti memerlukan jarak antara tempat sampah satu dengan yang lainnya. Harus diberi jarak agar cat tidak rusak,” katanya.
Usaha yang dijalankan ini tidak melulu bergantung pada pesanan yang datang. Itu dibuktikan karena meskipun tidak ada pesanan yang dating, namun tetap menjalankan proses produksi. Sampai sekarang berapa pun yang diproduksi berhasil diterima oleh pasar, baik dalam maupun luar Tulungagung.
“Apalagi semua bagian ban yang diproduksi berguna dan tidak ada yang dibuang, bahkan sisa ban yang tidak digunakan masih bisa dijual,” pungkasnya. (*/c1/din)