KOTA BLITAR – Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Bumi Penataran tahun ini meningkat drastis dibandingkan tahun lalu. Pasalnya, penyakit akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus itu sudah menjangkit ratusan orang. Tiga penderita di antaranya meninggal dunia.
Subko Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Blitar, Eko Wahyudi mengatakan, kasus DBD periode Januari hingga November tercatat 338 kasus. Jumlah ini meroket dibandingkan tahun lalu yang hanya 140 kasus dan satu kasus meninggal dunia. Kondisi itu, kata dia, dipicu lantaran memasuki musim penghujan dan tergolong penyakit siklus tahunan.
“Tahun ini angkanya lebih banyak dari sebelumnya. Bahkan lebih dari 300 kasus. Kami tentu berupaya menekan sebaran DBD ini,” ujarnya kemarin (3/11).
Dari 338 kasus itu, mayoritas penderita berasal dari golongan usia remaja-dewasa. Mereka mengalami kondisi lemas dan dirawat di faskes serta rumah sakit. Sepanjang tahun ini, kasus tertinggi tercatat pada Januari dengan 99 kasus. Beberapa bulan setelahnya, kasus cenderung turun.
Menurut Eko, tingginya kasus di awal tahun lantaran masih musim hujan. Selain itu, dari 22 kecamatan yang tersebar di Kabupaten Blitar, Kecamatan Nglegok jadi penyumbang kasus terbanyak. Yakni, sebanyak 40 kasus. Sementara tiga penderita DBD yang dilaporkan meninggal dunia, masing-masing berasal dari Kecamatan Bakung, Sutojayan, dan Kanigoro. Masyarakat pun diminta sigap mengantisipasi merebaknya penyakit tersebut.
“Sementara Nglegok yang tertinggi. Ini tentu butuh kerja sama dengan masyarakat. Fogging bisa kami lakukan, tapi butuh koordinasi dulu dengan pemerintah,” jelasnya.
Beberapa hari setelah terjangkit, lanjut Eko, penderita DBD akan mengalami sejumlah gejala awal. Misalnya, nyeri di bagian belakang mata, daerah perut, otot, punggung, sendi atau tulang. Gejala lain yakni demam, selera makan turun, hingga menggigil. Tak jarang penderita bakal merasa mual dan timbul bintik merah di beberapa area tubuh.
Apabila mengalami gejala tersebut, dia meminta masyarakat agar segera ke fasilitas kesehatan (fakses) ataupun rumah sakit. Itu supaya mendapat penanganan intensif tim medis dan memulihkan kondisi tubuh. Sebab, tak sedikit pasien yang lemas usai terkontaminasi penyakit tersebut. Terlebih di musim penghujan, sebaran nyamuk Aedes aegypti itu sangat cepat.
“Musim seperti ini harus selalu memantau bak mandi, sering dikuras. Sampah yang menumpuk sebisa mungkin dikubur karena bisa jadi sarang nyamuk berkembang biak,” terangnya.
Pihaknya mengimbau masyarakat lebih memahami kondisi lingkungan. Utamanya saat memasuki musim penghujan. Penerapan 3M yakni menguras dan menutup penampungan air, serta mengubur barang bekas patut dilakukan. Sebab, itu mengurangi potensi kasus DBD. Penggunaan abate pun dianjurkan, tetapi harus konsultasi dengan faskes.
Untuk diketahui, dalam empat tahun terakhir, kasus DBD tertinggi terjadi pada 2019 lalu. Yakni, 608 kasus dan 8 kasus meninggal dunia. Di tahun berikutnya, turun menjadi 199 kasus, dan satu kasus meninggal dunia. Sementara pada tahun lalu, terdapat 140 kasus dan satu kasus meninggal dunia. (luk/c1/wen)