TULUNGAGUNG – Kasus pengeroyokan yang melibatkan korban kepolisian tidak dibenarkan pihak Polres Tulungagung. Ternyata korban penganiayaan orang dewasa umum dan beberapa ada yang masih anak-anak. Dari catatan satreskrim yang dirilis kemarin (22/3), dalam kurun waktu sebulan ada tiga laporan kasus.
Tidak tanggung-tanggung, dalam tiga kasus itu satreskrim memamerkan enam tersangka di depan awak media dari total 13 tersangka. Namun, tiga tersangka lain masih anak-anak dan empat masih buron. Para tersangka yang memakai baju oranye dan berkepala gundul terlihat merunduk. Mereka menyadari bila perbuatan yang dilakukannya memang tidak patut ditiru.
“Hari ini (kemarin, Red) merilis kasus penganiayaan secara bersama-sama yang melibatkan oknum antarpemuda. Ada tiga laporan kasus dalam dua lokasi kejadian. Pertama di depan SMKN 1 Tulungagung dan kedua di Desa Gamping, Kecamatan Campurdarat,” ujar Kapolres Tulungagung, AKBP Handono Subiakto dalam ungkap kasus kemarin.
Kasus pertama bernomor 28 ini terjadi pada 3 Maret lalu yang sebelumnya tujuh tersangka dan dua di antaranya anak-anak melakukan pesta miras pukul 00.30 WIB. Mereka hingga melakukan penganiayaan terhadap dua korban bernama FR, 19, warga Kabupaten Sleman dan MI, 18, warga Desa/Kecamatan Gondang yang memakai atribut kelompok tertentu. Kejadian itu dirasakan korban secara kebetulan pulang dari latihan dan melintas di depan SMKN 1 Tulungagung.
Para tersangka berinisial KD, 24, warga Desa Bangoan, Kecamatan Kedungwaru; DA, 19, warga Desa Serut, Kecamatan Boyolangu; FR, 22, warga Desa/Kecamatan Karangrejo; MR, 19, asal Kota Kediri. Keempat tersangka ditahan di Polres Tulungagung untuk mempertanggungjawabkan perbuataannya dan diancam pasal 170 KUHP tentang Penganiayaan. Sedangkan tersangka MAF juga ikut ditahan dengan pasal 160 tentang Penghasutan.
Bahkan salah satu tersangka berinisial MAF, warga Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri, menghasut teman-temannya dengan perkataan bernada umpatan. Dia menggerakkan teman-temannya untuk melakukan penganiayaan bersama-sama terhadap korban. “Itu teman-teman ada anak salah satu anggota kelompok di Bono, kalau mau menghajar silakan, tapi aku gak ikut-ikut. Kausmu dilepas, kita hajar kalau gak dilepas,” narasi yang diucapkan tersangka.
“Tersangka sempat menyimpan kaus merah yang dipakai korban. Bahkan, penganiayaan dilakukan tersangka dengan menendang dan memukul memakai tiga pipa paralon hingga dua korban mengalami luka-luka,” ungkapnya.
Sementara untuk kejadian kedua, pada 18 Maret pukul 23.30 WIB. Korban memakai atribut kelompok tertentu. Pasalnya, setelah konvoi pelaku melewati daerah kelompok lain hingga terjadi penganiayaan yang mengakibatkan AS, warga Desa Ngentrong, Kecamatan Campurdarat dan dua korban lainnya berinisial AAD dan BSJ yang berumur 16 tahun mengalami luka-luka pada bagian tubuhnya.
Dalam kasus ini terdapat enam tersangka, namun dua orang telah diamankan. Yakni MS, 18, warga Desa Gamping Kecamatan Campurdarat dan RS, 16, warga Desa/Kecamatan Campurdarat. Namun, empat tersangka masih dalam daftar pencarian orang (DPO). Para tersangka memukul dengan tangan kosong dan menendang.
Dia menambahkan jika dalam tiga kasus ini yang menjadi pemicu yaitu para tersangka dan korban, adalah miras dan memakai atribut yang tidak dipakai latihan. Karena itu, dia menegaskan jika kasus ini tidak ada hubungannya dengan perguruan. Pasalnya, perguruan silat tidak ada yang melakukan tindak kejahatan. Kasus ini merupakan oknum yang terpancing karena miras dan atribut.
“Kami juga mengamankan barang bukti berupa kaus merah, jaket, dan sepeda motor bernopol AG 6478 RBC. Selain itu juga terdapat barang bukti pipa paralon untuk memukul korban di TKP dekat SMK 1 Tulungagung,” pungkasnya. (jar/c1/din)