KABUPATEN BLITAR – Polemik menyangkut Padepokan Nur Dzat Sejati milik Samsudin yang diduga tak sesuai izin, belum tuntas. Terbaru, ada wacana pengajuan izin pondok pesantren (ponpes). Hal itu berdasarkan rangkaian aktivitas di padepokan yang terletak di Desa Rejowinangun, Kecamatan Kademangan itu dinilai mirip dengan kegiatan pondok.
Kuasa hukum Samsudin, Priarno, saat dikonfirmasi menjelaskan, pihaknya belum bisa memastikan apakah bakal mengurus izin terkait ponpes atau tidak. Sebab, butuh banyak pertimbangan dan komunikasi dengan pihak prinsipal.
Selama kegiatan padepokan dihentikan sementara, dia memastikan bakal melakukan optimalisasi soal perizinan padepokan milik Gus Samsudin, sapaan Samsudin.
“Kemarin ada poin yang menjelaskan bahwa ada indikasi menyerupai pondok pesantren atau majelis taklim. Ini masih kami komunikasikan dengan prinsipal,” ujar Priarno, kemarin (10/8).
Disinggung apakah nantinya bakal mengajukan pengurusan izin operasional dan pendirian ponpes, Priarno tak bisa memastikan. Semua itu, kata dia, tergantung keinginan Samsudin selaku kliennya. Apabila pondok yang kini menampung puluhan pengikut Samsudin itu memerlukan izin ponpes, maka bisa jadi bakal diurus. “Apakah dijadikan ponpes, majelis taklim? Kalau keputusannya enggak, ya enggak,” lanjutnya.
Priarno menambahkan, pihaknya tak memungkiri bahwa kini Padepokan Nur Dzat Sejati masih menampung para pengikut Samsudin. Terkait kegiatan yang menyerupai pondok, lanjut Priarno, itu tergantung persepsi masyarakat. Sebab, memang sejauh ini tak ada izin ponpes yang dikantongi Samsudin. Pun dengan istilah santri pada pengikut, itu hanya sebutan saja. Tak hanya itu, apakah pengikut ingin tetap tinggal atau tidak, kata Priarno, itu hak mereka.
“Kalau ini bukan pondok, kenapa panggil santri? Makanya ya kami sebut itu sebutan. Mau mereka di padepokan atau tidak, itu hak mereka,” jelasnya.
Wakil Bupati Blitar Rahmat Santoso saat pemaparan hasil asesmen di Pendopo Ronggo Hadi Negoro pada Selasa (9/8) lalu mengatakan, terkait perizinan ponpes memang harus melakukan permohonan ke Kemenag. Itu jika Samsudin berniat membentuk ponpes. Sebab, bangunan yang tidak memiliki izin operasional otomatis dianggap ilegal.
“Mau ngurus izin pondok, ya harus urus izin di Kemenag to. Izinnya sendiri-sendiri. Santri harus dipulangkan. Tidak boleh beraktivitas,” ungkapnya.
Sementara itu, Humas Kemenag Kabupaten Blitar Jamil Mashadi mengatakan, dalam penjelasan selama asesmen dan mediasi, padepokan tersebut memang memiliki izin pengobatan tradisional disertai aktivitas lainnya. Seperti pengajian zikir dan pengajian umum. Menurut Jamil, yang pihaknya saksikan adalah kegiatan tausiah. Ada pula kegiatan majelis zikir di padepokan tersebut.
“Kami sudah sampaikan ke kesbangpol, bahwa secara legalitas Kemenag belum mengeluarkan izin (untuk padepokan). Artinya, kegiatan di padepokan Nur Dzat Sejati sampai dengan kejadian kemarin, belum bisa disebut legal,” ungkapnya.
Jamil menambahkan, sebelumnya ramai anggapan warga bahwa padepokan tersebut mengandung unsur perdukunan. Namun, perlu klarifikasi apakah dugaan ini benar atau tidak. “Dalam Islam, haram praktik perdukunan. Haram pelaku dan pelaku dukun. Ini hal yang disampaikan warga di sekitar padepokan,” tandasnya. (luk/c1/wen)