TRENGGALEK – Perayaan Tahun Baru Imlek hari ini di Kota Keripik Tempe sepertinya tidak semeriah di kota-kota lain. Ini terlihat, di beberapa sudut kota jarang terlihat tempat yang dihiasi aneka pernak-pernik Imlek.
Tak ayal hal tersebut menandakan jumlah etnis Tionghoa di Trenggalek kecil. Dari situ, seperti tahun-tahun sebelumnya, untuk tahun ini dipastikan sepi perayaan sebagai pertanda hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada tanggal ke-15 tersebut.
“Belum ada catatan resmi dan bukti sejarah kuat, yang menerangkan mengapa etnis Tionghoa jarang di Trenggalek,” ungkap humas Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Jawa Timur (Jatim) Harmaji.
Dia melanjutkan, sebenarnya pada zaman dahulu besar kemungkinan etnis Tionghoa sudah mulai masuk wilayah Trenggalek. Itu dibuktikan ada berbagai peninggalan zaman dahulu yang menandakan kedatangan bangsa Cina tersebut. Namun mengapa saat tidak bisa berkembang seperti daerah lain, masih dalam pengkajian ahli sejarah. “Penemuan beberapa benda peninggalan Tiongkok, seperti uang kepeng di wilayah Kecamatan Panggul itu menunjukkan bahwa eksistensi orang Cina ada. Tapi sejak kapan masih belum jelas, sehingga hal ini masih membuat penasaran saya dan sejarawan yang lain. Karena itu terus mencari berbagai sumber, “katanya.
Itu terjadi sebab ada berbagai kemungkinan mengapa etnis Tionghoa tidak begitu berkembang di Trenggalek. Seperti kondisi Trenggalek yang dirasa masih sepi. Sehingga kurang prospektif untuk menjalankan usaha mereka, yang kebanyakan dalam sektor perdagangan. Selain itu, juga ada kemungkinan mereka sengaja bekerja sama dengan penduduk lokal, atau masyarakat pendatang (lokal bukan asli-Trenggalek, red) untuk menjalankan usahanya. Ini terlihat, banyak masyarakat pendatang namun bukan dari etnis Tionghoa yang usaha di sektor perdagangannya besar. Sebab belum ada kepastian dari mana mereka memiliki modal besar untuk menjalankan usahanya di sektor perdagangannya hingga besar seperti saat ini.
Ditambahkan, berdasarkan bukti dari media Belanda, sekitar tahun 1930-an, banyak masyarakat Tionghoa dari wilayah Tulungagung berdatangan ke Trenggalek. Mereka datang bukan untuk menjalankan usaha atau menetap, melainkan membeli beras hijau dari petani setempat. Setelah itu mereka membawa beras hijau tersebut ke luar Trenggalek. “Jadi belum ada bukti sejarah yang pasti mengenai hal itu, sehingga keberadaan orang Cina di sini (Trenggalek – red) ada, tapi awalnya kapan masih belum ada,” jelas pria yang juga guru sejarah di SMAN 2 Trenggalek ini. (jaz/rka)