KOTA BLITAR – Penjualan hewan ternak di Pasar Hewan Dimoro lesu. Pasalnya, merebaknya penyakit mulut dan kuku (PMK) di beberapa daerah. Padahal, di Bumi Penataran tidak ditemukan kasus tersebut.
Sumarno, salah seorang pedagang sapi asal Kanigoro, mengaku, wabah PMK berdampak terhadap ekonomi. Penjualan hewan ternak semakin sepi. Wabah tersebut membuat masyarakat khawatir. “Penjualan turun hampir 75 persen. Padahal sejauh ini Blitar aman, tidak ditemukan penyakit tersebut,” ujarnya Selasa (17/5).
Suyani, pedagang lain mengatakan, wabah PMK yang terjadi berdampak pada penjualan sapinya. Sebanyak 16 ekor sapi yang dibawa belum laku. Padahal, sebelum ada wabah PMK, sapi yang dibawa warga Desa Papungan, Kecamatan Kanigoro, itu rata-rata terjual empat hingga lima ekor setiap pasaran. “Tetapi sekarang sepi,” akunya.
Akibat wabah tersebut, lanjut dia, pedagang hewan yang ingin berjualan di Pasar Dimoro dibatasi. Terutama dari daerah-daerah wabah PMK. “Ini mayoritas yang jualan pedagang lokal. Dari luar daerah hampir tidak ada,” katanya.
Suyani maupun Sumarno kini hanya bisa pasrah. Mereka berharap situasi kembali normal sehingga pedagang ataupun peternak bisa kembali lancar bertransaksi.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Blitar Hakim Sisworo menyatakan terus mengawasi ketat mobilitas hewan ternak. Terutama hewan yang hendak masuk ke Pasar Hewan Dimoro. “Sesuai prosedur, pedagang yang hendak masuk ke pasar harus menunjukkan dokumen atau surat khusus. Jika tidak bisa menunjukkan surat, maka hewan harus diperiksa,” jelasnya.
Jika hewan yang diperiksa terindikasi PMK, maka pedagang diminta balik. Pedagang dilarang berjualan di Pasar Hewan Dimoro guna mencegah penularan.
Pemerintah sudah menegaskan bahwa PMK tidak menular ke manusia. Daging sapi aman dikonsumsi. Pun sapi yang terjangkit. “Yang penting, sapi yang terjangkiti itu yang nggak dipakai (konsumsi, Red) kepala, kaki, dan jeroannya. Dagingnya masih dipakai,” tandas Hakim. (sub/c1/wen)