KOTA BLITAR – Rencana kegiatan penanaman modal asing (PMA) di Blitar selatan oleh Tiongkok menjadi bukti potensi Bumi Penataran. Wacana pengembangan atau pembangunan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) itu juga harus memberikan dampak positif untuk masyarakat, utamanya sekitar lokasi kegiatan investasi tersebut.
“Jangan sampai seperti investasi lain yang kini sudah ada. Tidak membawa banyak manfaat, malah sebaliknya, warga dihantui masalah limbah dan kerusakan jalan. Seperti yang terjadi karena Greenfields dan Rejoso Manis Indo (RMI),” ujar Ketua Rakyat Tuntut Amanah Keadilan (Ratu Adil), Mohammad Trijanto.
Pihaknya juga mengetahui kegiatan investasi asing menjadi domain pemerintah pusat. Artinya, pemerintah daerah hanya sebagai fasilitator wilayah karena ketempatan lokasi investasi. Keputusan strategis lainnya dilakukan di tingkat pemerintah pusat.
Kendati begitu, kata dia, bukan berarti pemerintah daerah hanya bisa berpangku tangan. Setidaknya harus ada goodwill atau niat baik untuk melindungi dan menyejahterakan masyarakat dari keberadaan investasi tersebut. “Koordinasi dengan pusat harus dilakukan. Mumpung masih awal, jangan sampai nanti Kabupaten Blitar hanya sebagai penonton dan menerima hal-hal negatif dari kegiatan PMA ini,” tegas dia.
Menurutnya, investasi memang bisa membawa dampak positif untuk daerah. Namun, hal itu juga harus melalui kalkulasi yang cermat. Di sisi lain, pemodal juga pasti menghitung atau menekan biaya operasional dalam menjalankan usaha.
Trijanto menuturkan, peluang kerja sering kali digembar-gemborkan untuk memuluskan jalan investasi. Namun dalam praktiknya, selama ini serapan tenaga kerja lokal relatif minim. Sebab, pelaku usaha juga melakukan seleksi ketat mengenai rekrutmen sumber daya manusia dalam menjalankan usaha tersebut. “Nah, ini jadi pekerjaan pemerintah. Menyiapkan tenaga kerja lokal yang siap untuk menangkap peluang kerja tersebut. Dan hal ini harus dikawal, tidak cukup sebatas imbauan atau komitmen formal,” katanya.
Selain tenaga kerja, sambung Trijanto, pemerintah juga memiliki kewenangan untuk menuntut corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. Pihaknya berharap anggaran sosial perusahaan ini dikelola dengan baik dan bertanggung jawab. “Jika belum ada lembaga khusus yang mengelola, baiknya kewajiban perusahaan ini diserahkan kepada kelompok masyarakat sekitar. Tentunya dengan pengawasan dari pemerintah,” tandasnya.
Untuk diketahui, beberapa waktu lalu pemerintah daerah melalui beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) mendampingi kegiatan studi kelayakan di Kecamatan Wonotirto terkait rencana investasi dari Tiongkok. Nilai PMA ini dikabarkan mencapai Rp 16 triliun yang akan diwujudkan dalam proyek pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB). (hai/c1)