TULUNGAGUNG – Peluang ekspor daun talas terbuka lebar. Salah satu yang menangkapnya, Andi Cahyo, 43. Bahkan pria asal Desa Gilang, Kecamatan Ngunut ini kewalahan memenuhi permintaan daun talas kering yang diminati untuk campuran obat herbal, kompos, hingga pengganti tembakau di sejumlah negara besar.
“Permintaan daun kering sangat tinggi. Terutama sebagai pengganti tembakau tanpa nikotin,” ucapnya sembari menunjukkan rajangan daun talas kering.
Meski sudah menjalin kemitraan dengan sejumlah petani di Tulungagung, pihaknya baru bisa memenuhi setengah dari kuota sebanyak 12 ton per bulannya. Ini karena minimnya pembudi daya talas.
“Saya pun mempelajari peluang ini cukup lama. Tepatnya empat tahun lalu. Bahkan sempat ditipu broker. Barang saya diambil dengan pembayaran di muka 30 persen, setelah itu bablas tidak ada kabar,” katanya.
Sebut Andi, permintaan daun kering talas kajar maupun beneng terbesar datang dari Australia. Tapi juga ada dari Amerika Serikat, Inggris, Thailand, dan Abu dhabi. “Perusahaan lokal juga ada. Tapi permintaannya tidak sebesar negara yang saya sebutkan tadi,” tuturnya.
Pengolahan daun talas ini persis seperti pengolahan daun tembakau. Yakni daun talas yang sudah tua dipanen lalu dijemur hingga layu berwarna kekuningan. Setelah itu, tulang daun dibuang lalu dirajang sesuai ketebalan yang diinginkan. Selanjutnya, rajangan daun tersebut dijemur hingga kering. “Bedanya pada penjemuran saja. Untuk daun talas cukup tiga jam kalau sedang terik, sedangkan tembakau butuh sekitar tiga hari agar benar benar kering,” jelasnya.
Dengan potensi ekspor tersebut, lanjut Andi, para petani sepertinya bisa raup untung. Apalagi perawatan tanaman tersebut sangat mudah. Dia menggambarkan jika dalam satu hektare lahan bisa ditanami sekurangnya 10 ribu talas. Dalam tiga bulan, para petani sudah bisa panen daun pertama.
Sementara, satu pohon paling sedikit bisa menghasilkan 1 ons daun tua, sehingga jika dikalikan dengan total tanaman, bisa panen 1 ton daun talas. “Nah tinggal mengalikan saja. Untuk saat ini harga daun talas tua dari tingkat petani dibeli dengan harga Rp 1.200 per kilogram (kg),” katanya.
Masih kata Andi, meski situasi masih pandemi Covid-19, namun tak memengaruhi permintaan ekspor tersebut. Bahkan saat ini harga relatif stabil. Yakni untuk harga daun talas yang sudah dirajang kering dengan grade A bisa dihargai antara Rp 22 ribu hingga Rp 24 ribu per kg. Sementara untuk grade B sekitar Rp 19 ribu per kg. “Tidak ada kendala sih. Kendalanya hanya bahan baku saja, sama hujan. Karena kami tidak punya oven. Pengeringan masih dilakukan manual,” tandasnya. (lil/c1/rka/dfs)