TRENGGALEK – Tren penyertifikatan aset Pemkab Trenggalek meningkat signifikan beberapa tahun belakang. Indikasinya, dari semula pemkab hanya mampu menerbitkan maksimal 10 sertifikat per tahun, dimulai tahun lalu sudah mencapai ratusan sertifikat.
Kabid Aset Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Trenggalek Sigit Wahyuadi mengatakan, pendataan awal bidang tanah yang akan disertifikatkan mencapai 2.998 bidang. Angka itu masih berpeluang bertambah, karena pada satu ruas jalan bisa lebih dari satu sertifikat. “Misalnya, ruas jalan Ngampon–Bendo. Satu ruas jalan itu bisa terbit hingga 6 sertifikat tanah, karena dalam satu ruas jalan itu bisa dibatasi wilayah desa,” ungkapnya.
Sigit melanjutkan, progres penyertifikatan tanah aset pemkab mengalami peningkatan signifikan. Sebelumnya, penyertifikatan aset itu sebatas 5–10 sertifikat dalam setahun. Namun kurun tiga tahun belakang, jumlah sertifikat aset pemkab itu naik. Misalnya, pada 2021 telah terbit 312 sertifkat, sedangkan pada 2022 ditargetkan terbit 700 sertifikat. “Karena ada satu komitmen nasional antara KPK, kementerian ART BPN, provinsi, dan kabupaten untuk menyertifikatkan tanah atas nama negara,” jelasnya.
Komitmen penyertifikatan bukan sebatas ruas jalan. Di lain sisi juga ada fasilitas pendidikan yang masih berproses, utamanya sekolah-sekolah yang berada dalam Letter C pemerintah desa (pemdes). Dalam kasus itu, bidang aset masih melakukan pendekatan. Karena sebetulnya, penyertifikatan aset bukan berarti beralih menjadi milik pemkab, jadi masih tetap hak pakai.
Sigit mengaku, pemahaman seperti ini yang masih kurang dipahami pemdes. Apabila ada 5 sekolah, kemudian hanya dipakai 3 sekolah, maka pemdes punya kewenangan meminta aset ke pemkab sekaligus dengan bangunannya. “Prinsipnya, kita itu bukan menguasai. Negara itu hanya ingin status hak pakai,” ujarnya.
Lebih dari itu, ketika menyinggung sekolah sebagai kebutuhan mendasar, menurut dia, utamanya adalah sekolah-sekolah dasar (SD). Anak sekolah di usia itu belum mandiri, sering kali mereka sekolah diantar orang tua. Artinya, SD itu dibutuhkan di desa agar tidak terlalu jauh dari rumah. “Saya juga memahami, secara administratif itu juga punya desa, tapi masa pemdes terus kekeh seperti itu. Makanya, kami terus melakukan pendekatan ke pemdes,” ungkapnya.
Bidang aset meyakini, dalam perjalanan ke depan persepsi pemdes mulai berubah dan menyerahkan hak pakainya ke pemkab. Apalagi, pemerintah pusat melalui Kemendagri juga mulai ada pendekatan ke pemdes untuk menyelesaikan soal tanah ini. “Kami targetkan tahun ini ada 50 sertifikat untuk SD dan SMP,” tutupnya. (tra/c1/rka)