KOTA BLITAR – Hasil pekerjaan fisik di Kota Blitar mendapat catatan khusus dari Komisi III DPRD Kota Blitar. Pasalnya, hingga kontrak berakhir masih ada pekerjaan yang belum tuntas.
Itu diketahui ketika anggota komisi III melakukan inspeksi mendadak alias sidak di beberapa proyek. Anggota legislatif pun meminta dinas pekerjaan umum dan penataan ruang (PUPR) untuk memberi sanksi tegas kepada rekanan sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku, berupa denda hingga penundaan pencairan.
Berdasarkan hasil sidak komisi III, ada tiga titik proyek yang terlambat menyelesaikan pekerjaan. Semunya merupakan proyek rehabilitasi saluran drainase sekaligus pembangunan fasilitas pendukungnya. Ketiganya adalah saluran drainase Jalan Merapi, Jalan Ir Soekarno, dan Jalan Kalibrantas.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Blitar Ridho Handoko menjelaskan, ada tiga proyek fisik yang pekerjaannya belum rampung 100 persen. Padahal, proyek tersebut sudah berakhir masa kontraknya per 26 Desember. “Ada keterlambatan sehari. Jika tidak kami awasi, keterlambatan itu akan berkepanjangan. Tidak cepat diselesaikan,” terangnya kepada Koran ini kemarin (27/12).
Ada beberapa temuan di lapangan saat komisi yang membidangi pekerjaan fisik ini mengecek hasil pekerjaan rekanan. Salah satunya, pemasangan sumur resapan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Seharusnya kedalaman sumur resapan semeter, tetapi di lapangan hanya sekitar 30 centimeter (cm) alias lebih dangkal.
Kemudian, kualitas aspal di Jalan Merapi juga dipertanyakan. Ketika komisi III mengecek kondisi aspal dengan cara dipukul menggunakan tangan kosong langsung rapuh. ”Ini nanti kami tunggu hasil laboratoriumnya (aspal, Red) seperti apa. Sesuai spesifikasi dan kualitas atau tidak,” ujar politikus Partai Demokrat ini.
Disayangkan, tegas Ridho, pekerjaan proyek yang belum selesai hingga kontrak berakhir. Patut dipertanyakan komunikasi antara dinas PUPR dan pengawas lapangan sejauh ini terkait pengawasan pekerjaan rekanan. “Apakah saat ada kesalahan tidak dilaporkan atau ada hal lain. Berdasarkan keterangan dari rekanan, ada kurang tenaga atau pekerja yang menjadi salah kendala utamanya. Pekerjanya terlalu sedikit. Sama seperti di proyek lain,” jelasnya.
Komisi III merekomendasikan agar dinas PUPR segera mengambil langkah terhadap temuan hasil pekerjaan tersebut. Mengindentifikasi kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan entah rekanan atau pengawas proyek. Dinas bisa memberikan sanksi berupa denda, penundaan pencairan, hingga blacklist. ”Untuk pencairannya mungkin ditunda di perubahan anggaran keuangan (PAK) nanti,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga dan Sumber Daya Air (SDA), PUPR Kota Blitar, Joko Pratomo mengaku telah menerapkan sanksi denda terhadap rekanan yang terlambat menyelesaikan pekerjaan proyek. Besaran denda yang diberikan berdasarkan perhitungan rumus yang berlaku. ”Jika dihitung, besaran dendanya per hari mencapai lebih dari Rp 1 juta. Per hari ini (kemarin, Red) sudah kena denda,” tegasnya.
Rekanan, lanjut Joko, berjanji sanggup menyelesaikan pekerjaan dalam kurun waktu tiga hari, mengingat sisa pekerjaan tinggal finishing. “Pelaksana juga siap lembur bekerja sampai malam hari,” ujarnya.
Untuk diketahui, tiga proyek yang terlambat tersebut menelan anggaran sekitar Rp 5 miliar. Perinciannya, proyek rehabilitasi Jalan Kalibrantas sekitar Rp 1,1 miliar. Kemudian rehabilitas saluran drainase Jalan Merapi Rp 2,3 miliar dan Jalan Ir Soekarno sekitar Rp 1,6 miliar. (sub/c1)