TULUNGAGUNG- Apabila program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) dari pemerintah pusat resmi dicabut, dana dari APBD harus disiapkan untuk pengentasan kawasan kumuh Tulungagung. Sebab, penanganan permasalahan tersebut merupakan kewajiban bagi pemerintah kabupaten (pemkab).
Ketua Pansus IV DPRD Tulungagung Suprapto mengatakan, kabar diberhentikannya program Kotaku bukan menjadi penghalang untuk tidak menuntaskan permasalahan kawasan kumuh di Tulungagung. Lantaran hal tersebut merupakan suatu permasalahan yang harus ditangani Pemkab Tulungagung. “Merupakan suatu bagian pekerjaan umum yang termasuk kewenangan wajib pemkab. Berkaitan dengan pelayanan dasar terhadap masyarakat,” katanya.
Politikus PDIP ini pun tak memungkiri bahwa permasalahan kawasan kumuh akan terus terjadi, beriringan dengan berkembangnya sebuah daerah. Seperti lahan permukiman yang terus berkurang akibat dari bertambahnya jumlah penduduk. Ataupun masyarakat yang seenaknya membangun rumah yang sangat dekat dengan jalanan sungai. Belum lagi, adanya masyarakat urban dari luar daerah yang menempati Tulungagung tetapi tidak memiliki tanah untuk tempat tinggal. “Hal demikian ternyata juga dirasakan daerah lain di Jawa Timur (Jatim). Biasanya kawasan kumuh terjadi pada masyarakat yang berada di pinggiran kota,” sebutnya.
Meski begitu, permasalahan tersebut tetap menjadi tanggung jawab pemkab untuk dituntaskan melalui dinas terkait. Kalaupun tahun depan program Kotaku yang selama ini menangani kawasan kumuh akan dicabut pemerintah pusat, pemkab tentu tidak boleh lepas tangan terhadap penanganan kawasan kumuh.
Dia mengatakan, terdapat beberapa kewenangan wajib bagi pemkab. Seperti penanganan masalah kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan termasuk masalah sosial. Dengan permasalahan tersebut masuk di ranah sosial dan menjadi prioritas bagi pemerintah untuk ditangani, maka pemkab harus mau menyiapkan dana tersendiri melalui APBD.
“Tentu bisa saja penanganan kawasan kumuh itu menggunakan APBD, mengingat itu program prioritas dan berkaitan dengan pelayanan dasar,” terangnya.
Pihaknya juga tak mau tinggal diam, lantaran kini pansus IV DPRD Tulungagung yang dipimpinnya sedang menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Kawasan Permukiman. Raperda tersebut juga membahas permasalahan kawasan kumuh di Tulungagung.
Diharapkan raperda tersebut cepat terealisasi sehingga tahun depan penanganan kawasan kumuh dengan menggunakan APBD bisa segera diaplikasikan. “Di balik itu semua, saya yakin kalau program lain semacam Kotaku ini akan ada lagi. Entah dengan berganti nama atau seperti apa, intinya menjadi pengganti program Kotaku ini,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Tulungagung Anang Pratistianto mengaku, setidaknya terdapat sisa 300 hektare (ha) wilayah di Tulungagung masih termasuk kawasan kumuh. Itu tersebar di beberapa kecamatan. Di antaranya, Kecamatan Tulungagung, Boyolangu, Sumbergempol, Ngunut, dan Kauman. Kawasan kumuh didominasi Kecamatan Tulungagung.
Itu merupakan sisa karena pada tahun 2022 pihaknya telah melakukan penanganan terhadap 50 ha kawasan kumuh. Pasalnya, kalau tidak segera ditangani, adanya kawasan kumuh tersebut bisa menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat setempat. “Penanganan 50 ha kawasan kumuh tersebut berada di kawasan sekitar Sungai Ngrowo. Kemudian, 300 ha kawasan kumuh yang kini belum ditangani masih kami coba ajukan untuk segera tertangani,” ungkap Anang, sapaan akrab pria tersebut. (mg1/c1/din)