TRENGGALEK – Para produsen tahu menjerit. Mereka semakin kelimpungan karena bahan baku semakin merangkak naik. Khususnya kedelai dan minyak goreng. Alhasil, mereka harus mengurangi volume produksi agar tidak makin merugi.
Pemilik home industry tahu di Desa Nglongsor, Kecamatan Tugu, Sumarno mengatakan, kendala para produsen tahu tak lain karena harga minyak goreng dan kedelai yang melambung di pasaran. Ironisnya kedua bahan itu adalah bahan baku pembuatan tahu mentah maupun goreng.
Sumarno mengaku kenaikan bahan baku pembuatan tahu dirasakan sejak beberapa bulan lalu. Bukan hanya mahal, keberadaan minyak goreng juga langka. Pihaknya pun merasa kesulitan mengakses minyak goreng murah yang disediakan pemerintah. “Kalaupun bisa membeli, jumlahnya terbatas,”
Selain itu, kenaikan harga kedelai terasa sejak empat bulan belakang. Harga kemarin (1/3), Rp 10.500 per kilogram (kg), sementara harga saat normal sebatas Rp 6.500 per kg.
Naiknya bahan produksi membuat para pelaku industri berinisiatif untuk mengurangi ukuran tahu. Hal itu terpaksa dilakukan, karena jika produsen menaikkan harga tahu di pasaran, maka konsumen enggan membeli. “Harga jualnya tetap. Tapi ukurannya dikecilkan, separonya,” sambung dia.
Bahan-bahan baku pembuatan tahu yang serba mahal, kata Sumarno, berdampak juga pada pengurangan jumlah produksi. Pengurangan itu mencapai 75 persen. Biasanya 1 ton kedelai bisa habis dalam 15 hari, tapi kini bisa mencapai dua bulan.
Tentunya, pendapatan produsen tahu pun menurun. Cicilan utang yang dipakai untuk mengembangkan usaha juga tersendat. “Ibaratnya kalau dulu dapat Rp 100 ribu, sekarang cuma Rp 25 ribu,” kata dia, saat ditemui di tempat produksinya, Selasa (1/3).
Pihaknya berharap, mudah-mudahan harga-harga bisa kembali normal, supaya usaha yang dirintis sejak 1995 itu bisa tetap bertahan. (tra/c1/rka)