TRENGGALEK – Para calon pemimpin atau wakil rakat yang terpilih karena mengeluarkan banyak uang, tentunya akan mencari ganti atas uang yang mereka keluarkan saat Pemilu dan pemilihan terjadi. Bahkan sampai dengan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mementingkan kepentingan rakyat yang ia pimpin.
Rakyat sebagai pemilih juga belum menyadari bahwa sikap mereka juga akan membawa konsekuensi. Faktor pertama yang menyebabkan adanya ‘money politics’ adalah kemiskinan. Ajang pemilu menjadi sarana untuk mendapatkan uang dari pemberian para calon lewat tim bayangannya. Sebab uang itu sangat berharga bagi mereka.
Kedua, rendahnya pengetahuan tentang politik dan demokrasi, terkadang seseorang yang berada di desa khususnya enggan dan acuh dengan politik, sampai ada yang berkata “panganan opo lo politik ki” (‘makanan apa politik itu’). Hal ini bisa terjadi karena tidak adanya pengetahuan mengenai politik, dan di sekolah maupun dalam lingkungan masyarakatnya sendiri memang acuh dan tidak diajarkan tentang politik, sehingga pada saat pesta demokrasi, mereka kadang tidak ingin tahu siapa itu orangnya, dari mana partainya, bahkan sampai tidak ikut dalam pemilu. Masyarakat yang seperti ini akan menjadi ladang subur bagi aktor polikus yang melakukan praktik ilegal, mereka tidak mikir sampai jauh kedepan, dan politik uang dianggap hal yang baik-baik saja bagi mereka.
“Money politics” sudah menjadi kultur, maka haruslah kita menciptakan kultur baru yang lebih sehat. Pertanyaanya, bagaimana menciptakan kultur tersebut? Bagaimana jika nanti saya dibenci masyarakat? Bagaimana jika saya tidak konsisten?
Bagaimana jika saya tidak kuat? Dan masih banyak pertanyaan yang mengganggu dalam fikiran. Saran saya buang jauh-jauh pertanyaan yang bisa menghambat itu, dan mulai fokus untuk memulai dan merubah.
Pendidikan Politik dan Pengawalan
Pendidikan politik di masyarakat sangat penting sekali, apalagi jika pendidikan politik ini dilakukan kepada anak muda, pasti akan cepat terealisasi. Pendidikan ini juga harus dilakukan agar masyarakat tidak buta akan kondisi dan akibat yang ada, karena dalam pendidikan di sekolah formal tidak ada pendidikan politik yang benar-benar dijelaskan dengan rinci.
Tidak cukup hanya pendidikan politik saja, tapi harus juga dikawal. Karena dalam pengalaman saya, banyak orang yang suka membuat tapi tidak mau merawat. Padahal membuat sebuah perkumpulan yang diisi pendidikan politik itu sudah repot dan sulit, apalagi jika tidak dituntaskan sampai akhir. Maka ini akan membuang-buang waktu saja, atau istilahnya “mubadzir waktu” dan usahakan setelah ada pendidikan politik harus ada Rencana Tindak Lanjut (RTL).
RTL yang bagus yaitu dengan membuat wadah, dan wadah tersebut harus ada pergerakan. Karena jika hanya wadah saja tanpa isi maka akan menjadi mitos saja wadah tersebut. Wadah ini pun juga harus di evaluasi dan dikawal sampai benar-benar tuntas, jangan setengah-setengah, kalo saya mengistilahkanya “jika sudah bermain air jangan hanya basah sedikit, lebih baik sampai menyelam sedalam-dalamnya.”
Deklarasi anti politik uang
Strategi selanjutnya yakni dengan mendeklarasikan politik tanpa uang di desa-desa, karena di desalah yang sangat dekat dengan masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan komitmen antara pemerintah desa dengan pihak penyelenggara. Pemilu, anggota parlemen dan tokoh masyarakat yang memerangi praktik politik uang dan juga untuk menghilangkan korupsi politik.
Tapi yang saya temui, deklarasi anti politik uang ini hanya dibuat sebagai seremonial dan monumental saja, dan ada ketika mendekati Pemilu saja. Seharusnya deklarasi dan kampanye anti politik uang ini dilakukan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan pemilu berlangsung dan lebih efektif jika deklarasi ini didasarkan kepada latar belakang pemilih, seperti gender, pekerjaan, dan usia. Contohnya, deklarasi tersebut dilakukan kepada masyaraka yang ada di kelompok tani, karena kelompok tani adalah ladang yang subur bagi pelaku politik uang. Tapi jangan hanya di kelompok tani saja, melainkan semua kelompok dan sendi masyarakat juga harus ikut dan ada deklarasi sendiri.
Kearifan Lokal
Budaya atau adat yang dalam suatu daerah bisa menjadi salah satu langkah untuk mencegah politik uang, karena adat tersebut sudah melekat pada jati diri masyarakat tersebut. Kearifan lokal yang ada dimasyarakat sendiri, berisi filsafat dan dan ada juga yang kental dengan ajaran Islam.
Kita ambil contoh saja kearifan lokal pada masyarakat Jawa yang sangat menjunjung tinggi sifat ksatria, dimana masyarakat Jawa dulunya tidak mau menggadaikan harga diri dengan hal yang remeh. Kemudian juga ada kearifan lokal di Lampung, dimana mereka sangat menjunjung tinggi ‘Piil Pesenggiri’. ‘Piil’ (fiil=arab) artinya perilaku, dan ‘pesenggiri’ maksudnya bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri, tahu hak dan kewajiban.
‘Piil Pesenggiri’ adalah potensi sosial budaya daerah dan sebagai sumber motivasi untuk mengedepankan nilai-nilai positif dalam kehidupan masyarakat dan memastikan bahwa setiap orang hidup dengan terhormat dan dihormati.
Hanya saja mereka kadang lupa bahkan acuh dengan adat mereka. Untuk itu maka ciptakan rasa bangga pada diri mereka, jangan sampai melupakan adat yang telah di turunkan dan di ajarkan oleh leluhur mereka agar mereka kembali kepada jati diri yang benar-benar tinggi.
Literasi Desa
Untuk meningkatkan kualitas manusia agar sadar dengan politik uang, salah satu jalannya dengan meningkatkan literasi di desa. Banyak sekali orang-orang desa yang sudah tidak mau tahu dengan literasi desanya. Tapi jika kalian mulai dengan mendirikan perpustakaan kecil-kecilan atau taman baca, kalian disitu akan bisa menularkan pengetahuan kalian kepada para pembaca yang datang. Juga ada kumpulan untuk melakukan diskusi-diskusi untuk penyadaran akan fenomena politik, termasuk politik uang.
Tapi dalam realitanya juga, meskipun sudah ada taman baca atau perpustakaan kecil di desa, minat baca di desa pun rendah. Maka hal ini perlu strategi dan kolaborasi semua pihak, salah satunya dengan menggandeng pemerintah desa, lembaga pendidikan yang ada di desa serta para masyarakat diberikan motivasi-motivasi. Karena tanpa kolaborasi kita akan sulit, tapi dengan semua bergantengan tangan dengan tujuan bersama maka akan cepat dan memperoleh hasil yang maksimal.
Tulisan
Yang terakhir yaitu dengan memperbanyak tulisan-tulisan tentang bahayanya money politics, dan pentingnya untuk tahu mengenai calon yang akan dipilih. Karena yang kita temui di jalan dan tempat-tempat strategis justru ‘poster’ dan ‘banner’ para calon politikus, bukannya poster ajakan untuk menolak politik uang.
Padahal tulisan-tulisan yang menginformasikan bahanyanya politik uang ini jika di pasang di banyak tempat, setiap harinya akan akan dibaca oleh masyarakat, dan secara tidak langsung akan melekat pada alam tidak sadar masyarakat dan bisa menjadi “pepiling” bagi masyarakat sendiri.
Selanjutnya yang tidak kalah penting yaitu dengan kampanya anti politik lewat media sosial, baik melalui tulisan maupun editan ‘simple’ tentang bahayanya politik uang ini. Bisa dilakukan dengan menyebar lewat grub-grub facebook maupun bisa ‘endorse’ kepada para ‘public figur’ dan yang mempunyai banyak ‘folowers’. Jangan hanya medsos dinas maupun kementerian saja, efek nya kurang kuat untuk masyarakat, karena masyarakat sekarang lebih “manut” kepada siapa yang ia suka dan ia cintai.
Dengan beberapa usaha dan formula tersebut jika benar-benar dijalankan dan dikawal, saya yakin akan berhasil. Tidak usah jauh-jauh mengubah sampai lokus kota, cukup merubah dari desa ke desa, mengutip dari William Cowper bahwa Tuhan menciptakan desa dan manusia menciptakan kota.()