TULUNGAGUNG – Jungkir balik dalam kehidupan Bayu Sutrimo sudah pernah dirasakan ketika masih muda. Dia memulai pekerjaan sebagai seorang terapis pijat hampir 15 tahun. Dari masa lajang hingga menikah, dia tetap menekuni dunia tersebut.
Di rentang waktu tersebut, dia tidak berpikiran untuk memulai bisnis. Sebab, penghasilan dari keterampilan tangan dengan memijat dirasa cukup untuk kehidupan sehari-hari. “Waktu itu untuk ngopi, beli bensin, beli pakaian tergolong lumayan,” tandas warga Desa Bendosari, Kecamatan Ngantru itu.
Apalagi, kata dia, ketika itu memiliki relasi luas dari warga biasa hingga pejabat. Dengan begitu akan lebih mudah untuk mendapatkan order pijat.
Bahkan tak jarang orang yang memanfaatkan jasa pijat, ngobrol secara pribadi dan mencurahkan isi hati. “Dinikmati saja pijat sambil jadi konsultan pribadi,” tandasnya.
Merasa jenuh dengan terapis pijat dan berstatus sudah menikah, dia akhirnya memberanikan diri menjalani bisnis pada tahun 2018.
Tanpa memiliki keterampilan apa pun dan hanya modal Rp 2,5 juta, dia memberanikan diri membuat rempah instan dan snack.
Dia memakai trik sering bertanya dengan sesepuh desa atau mencari referensi buku maupun internet terkait manfaat berbagai tanaman obat keluarga (toga).
Lambat laun, produk tersebut mulai dikenal. Dari antarkonuminatas UMKM maupun teman-teman dulu pernah menggunakan jasa pijat.
Bahkan ketika korona, produk rempah laris di pasaran. Stok melimpah, permintaan dalam jumlah wah. Untung pun berlipat-lipat. “Harus berani banting setir dalam hidup ini. Pernah jualan madu juga, laris saat itu. Karena stok minim, akhirnya tidak bisa memenuhi permintaan konsumen,” ungkap pria berkumis ini.
Namun, cobaan hidup mulai menghampiri ketika berada di puncak usaha. Serangan stroke menjangkiti. Praktis usahanya berhenti total.
Terapi obat dan bagian tubuh tertentu akhirnya membuat kesembuhan. Kini, dia mulai kembali merintis bisnis.
Berbagai upaya dilakukan untuk menghidupi anak dan istrinya. Mulai jualan peralatan tambal ban, sambal, rempah, dan wingko, serta lain-lain.
Dia beralasan memilih banyak jenis usaha ini agar bisa menjaring pasar lebih luas. “Kini mulai bisa kirim ke berbagai kota di Indonesia,” tandasnya.
Dia menambahkan, untuk kendala usaha saat ini tidak terletak pada pemasaran. Namun, bahan baku cederung naik sehingga memengaruhi biaya produksi. (mg1/c1/din)