TRENGGALEK – Dinas penanaman modal dan pelayanan satu pintu (DPMPTSP) tak mau disalahkan atas pendirian base transceiver station (BTS). Pasalnya, pemberian izin itu dari pemerintah pusat.
Plt Kepala DPMPTSP Kabupaten Trenggalek Edi Susanto mengungkapkan, pemerintah kabupaten mengenai BTS sebatas tim persetujuan bangunan dan gedung (PBG). Sementara kewenangan PBG ada di dinas pekerjaan umum dan penataan ruang (DPUPR). “Kami sebagai pemberi saran (konsultasi, Red). Untuk bangunannya (PBG) itu ada di PUPR,” kata dia.
Edi mengaku, biarpun DPMPTSP tak bersinggungan langsung soal PBG, kasus dugaan pendirian BTS ilegal mulai ditangani beberapa stakeholder. Dalam progresnya, eksekutif masih memvalidasi jumlah BTS yang diduga ilegal. “Kami sepakati untuk mengakurasi data dulu. Setelah nanti data lengkap, kami akan mengambil langkah-langkah lagi untuk ke tahap berikutnya,” jelasnya.
Bulan lalu, kata Edi, DPMPTSP melayangkan surat teguran terhadap pendirian BTS ilegal di Desa Prambon, Kecamatan Tugu. Pelayangan teguran dilakukan DPMPTSP karena mendapatkan laporan masyarakat atau surat tembusan. “Vendor sudah merespons. Mereka sudah menemui masyarakat yang mengajukan keberatan, kemudian memberikan sosialisasi. Sekarang sedang memproses perizinan PBG. Pendirian BTS kira-kira Oktober 2021,” ungkapnya.
Dari hasil temuan di lapangan, menurut Edi, pendirian BTS ilegal karena alasan klasik. Yakni, vendor membagi tim mulai penyiapan lahan, sosialisasi ke masyarakat, pembangunan BTS, hingga pengurusan perizinan. Peran vendor cuma menerima laporan dari timnya. “Ini hanya kasus beberapa saja. Dan, ketika kami beri teguran. Mereka memang berargumen, jika tim sudah melaporkan itu sudah berprogres (perizinan, Red), tapi nyatanya tidak (belum selesai, Red),” ujarnya.
Diberitakan, DPUPR berencana memberikan surat peringatan terhadap belasan BTS ilegal di Kabupaten Trenggalek. Menurut Kepala DPUPR Kabupaten Trenggalek Ramelan, BTS yang beroperasi terdata mencapai 260 tower. Namun, ratusan BTS itu sudah klir dari sisi perizinan sehingga operasional tower-tower itu sudah mengikuti persyaratan untuk membayar pajak. “Iya memang, yang berizin itu sudah berkontribusi ke pemerintah. Kendati besarannya diatur dari pusat, tapi pemda juga mengaturnya di perda Rp 2,6 per tahun,” ucapnya. (tra/c1/rka)