TRENGGALEK – Pemenuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi untuk nelayan menjadi masalah rumit. Meski Dinas Perikanan (Diskan) Trenggalek telah selektif dalam memberikan surat rekomendasi BBM bersubsidi untuk para nelayan, mereka belum bisa mendapat BBM sesuai kuotanya.
Kepala Diskan Kabupaten Trenggalek Cusi Kurniawati mengatakan, pemicu kelangkaan BBM untuk nelayan karena berkaitan dengan kuota Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN). Jenis BBM bersubsidi bukan berarti memiliki kuota unlimited atau tak terbatas, tapi ada batasannya. “Karena ini bersubsidi. Subsidi tiap liternya mengandung APBN, otomatis ada batasan, bukan tidak terbatas,” ungkapnya, saat ditemui di Kantor DPRD kemarin (5/9) sore.
Berdasar data, Diskan telah menerbitkan surat rekom BBM bersubdisi tiap bulan. Jumlah surat rekom per Januari – September mencapai 4.962 rekom. Diantaranya BBM jenis Solar ada 2.214 rekom (kapal dengan berbagai alat tangkap, Red); Pertalite 2.748 rekom.
Cusi sapaan akrabnya berkata surat rekom BBM bersubsidi akan meningkat drastis pada September karena bulan ini adalah puncak musim ikan. Dalam progresnya sampai 5 Septermber 2022, Diskan telah menerbitkan surat rekom BBM, yakni Solar 346 surat, Pertalite 609 surat, dengan total 955 rekom.
Lebih lanjut, nelayan penerima BBM bersubsidi tergantung dengan kapastias kapal. Mulai dari 5 GT, 15 GT, 30 GT. Bahkan mereka yang memakai alat tangkap pursein atau buka cincin itu juga berhak mendapat BBM bersubsidi.
“Rekom diberikan untuk semua nelyan di Kabupaten Trenggalek, termasuk Kecamtan Watulimo, Panggul, dan Munjungan. Rekom ini khusus nelayan yang memiliki kapal, ABK tidak dapat,” jelasnya.
Namun begitu, pihaknya mengaku, dari sekian surat rekom yang diberikan, belum dipastikan mereka bisa mendapatkan BBM bersubsidi sesuai dengan kuota. Sebab SPBN juga memiliki kuota solar yang terbatas, sementara ketika mencari BBM, mereka juga harus mengantre dengan kendaraan bermotor lainnya.
“Kalau BBM Pertalite kan hanya ada di SPBU, tidak ada di SPBN. Untuk nelayan harus keluar mencarinya, dan itu titik kritisnya nelayan disitu. Mereka harus berlomba dengan sepeda motor dan mobil untuk mencari BBM bersubsidi, tapi kalau non subsidi itu tidak ada batasan,” jelasnya.
Menyinggung kondisi itu, Diskan kini masih bersinergi dengan calon investor untuk menambah SPBN di Kecamatan Watulimo. Kecamatan ini menjadi prioritas karena tingkat kebutuhan BBM bersubdisi di kecamatan ini tertinggi. Sedangkan untuk Kecamatan Panggul dan Munjungan sudah terpenuhi.
“Itu terkait dengan investasi. Dan, kembali lagi pada kuota, karena di Indonesia itu sudah ada jatah sekian. Titiknya ini-ini, ketika ada barang baru yaudah, itu yang berhak mengatur adalah Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas,” ungkap wanita berkacamata ini.
Disisi lain, penambahan SPBN itu masih dalam tahap wacana. Pasalnya, Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) sudah melirik untuk merambah ke arah situ meskipun tidak dalam waktu dekat. “PDAU punya arah rencana kesana. Tapi masih belum tahun ini. Minimal sambah satu (SPBN, Red) di sekitar JLS atau pelabuhan,” ujarnya. (tra)