KABUPATEN BLITAR – Sementara itu, keberadaan PMI nonprosedural masih menjadi pekerjaan rumah. Kendati ada segudang alasan, jalur ini tidak dapat dibenarkan. “Yang merugi sebenarnya PMI (nonpresedural, Red) itu sendiri. Pemerintah juga pasti repot jika nanti terjadi hal-hal yang tidak inginkan,” ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar, Arief Yudistira.
Informasinya, PMI nonprosedural terpaksa ditempuh karena tidak sabar dan ingin segera berangkat atau bekerja di luar negeri. Sebab, proses pemberangkatan resmi jauh lebih selektif dan relatif lebih lama. Karena itulah, ketika ada iming-iming gaji besar dan berangkat lebih cepat, banyak calon PMI yang kepincut dan memilih jalur ilegal ini.
Padahal, sudah sering terjadi peristiwa kekerasan terhadap PMI di luar negeri karena calo atau perusahaan penempatan pekerja migran tidak bertanggung jawab. Bahkan, tak jarang PMI menjadi korban kasus perdagangan orang.
Arief mengatakan, banyak negera yang kini sudah membuka diri setelah beberapa tahun terakhir tutup karena pandemi Covid-19. Alhasil, para calon pekerja migran berbondong-bondong mencari dokumen perjalanan. “Ada satu dua pemohon yang diduga mengajukan paspor untuk kepentingan bekerja di luar negeri secara ilegal. Untuk yang demikian, otomatis akan kami tolak,” ujarnya.
Imigrasi sudah mengantisipasi persoalan PMI nonprosedural. Salah satunya dengan wawancara mendalam selama proses pengajuan paspor. Dari tahapan ini, petugas biasanya memiliki gambaran rencana melakukan perjalanan ke luar negeri. “Ada banyak indikasi kalau pemohon itu berbohong. Misalnya, waktu kunjungan ke luar negeri yang tidak jelas,” jelasnya.
Menurut dia, perjalan ke luar negeri memiliki batasan waktu. Dalam kasus PMI nonprosedural, mereka kadang tidak dapat menunjukkan dokumen pendukung. Misalnya, memiliki tiket perjalanan ke luar negeri. “Tiket penerbangan itu tidak hanya saat berangkat saja, tapi juga tiket untuk pulang,” tuturnya.
Keberadaan tiket saat melakukan perjalanan ke luar negeri ini menjadi dokumen cukup penting. Minimal memastikan warga yang melakukan aktivitas di luar negeri tersebut bisa kembali ke negara asal. “Karena ilegal, PMI nonpresedural biasanya kena deportasi. Karena tidak punya uang untuk kembali, akhirnya negara yang terpaksa memulangkan mereka. Sebelum dipulangkan, mereka juga pasti mendekam di tanahan,” imbuhnya.
Arief berharap masyarakat tidak mudah terpancing dengan janji manis calo ataupun perusahaan penempatan pekerja migran yang tidak bertanggung jawab. Sebab, hampir dipastikan tidak ada jaminan untuk keselamatan atau hak-hak pekerja migran saat berada di luar negeri. “Jangan mudah percaya dengan janji-janji. Gunakan jalur yang benar sesuai prosedur yang berlaku,” tandasnya. (hai/c1/wen)