KOTA BLITAR – Bagi Miryono Daru Endro Santoso, seni tidak hanya sekadar karya. Keberadaannya bisa menjadi bagian propagada kejayaan serta keragaman budaya bangsa. Warga Kepanjenkidul itu berusaha mewujudkan misi besar tersebut lewat diorama dan karya sculpture.
Event Blitar Djadoel yang digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar bak magnet bagi masyarakat. Ribuan orang memenuhi alun- alun tempat penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Tidak hanya pelaku usaha, event tersebut menjadi peluang strategis bagi Miryono Daru Endro Santoso. Puluhan karya seninya dipamerkan di salah satu stan fasilitasi pemerintah tersebut.
Sesekali pengunjung event tahunan itu mampir dan melihat-lihat. Tak jarang juga menanyakan harga, meskipun ending-nya tidak ada satu pun barang yang dibawa. “He he he, masih belum laku,” ujarnya saat ditemui Jawa Pos Radar Blitar, Senin (20/6).
Ada dua jenis karya seni yang ditawarkan Daru. Keduanya merupakan karya seni rupa. Yakni, diorama dan sculpture tokoh.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat karya itu cukup mudah didapat. Bahkan, sebagian merupakan limbah. Misalnya, stik bekas es krim. Kendati begitu, butuh waktu panjang dalam proses pembuatannya. “Sehari tak bisa jadi, prosesnya cukup njlimet. Mulai membuat konsep hingga finishing atau pengecatan,” katanya.
Bagian paling lama dalam proses membuat karya seni rupa itu adalah finishing. Daru harus telaten mengoleskan sedikit demi sedikit campuran cat agar karya ini bisa semirip mungkin. Selain itu, dia tidak bisa memanfaatkan sarana untuk mempercepat proses pengeringan.
Ini berbeda dengan proses merangkai di awal pengerjaan. Meski ada banyak lem yang khusus untuk merekatkan beberapa material berbeda, Daru bisa menggunakan head gun agar proses penyambungan ini cepat tuntas. “Kalau pada tahap finishing, kami tidak bisa pakai sarana pengeringan karena bisa leleh catnya. Jadi harus manual,” terangnya .
Bukan tanpa sebab, pria 47 tahun itu menekuni diorama dan sculpture . Menurut dia, dua karya seni rupa itu cukup banyak digeluti seniman. Bahkan di beberapa negara, hal ini dijadikan sebagai sarana untuk mempertahankan serta menyebarluaskan kepahlawanan di negara masing-masing.
Hal ini pula yang hendak dilakukan Daru. Menurutnya, salah satu alasan sedikitnya karya sclupt tokoh nasional yang beredar di tanah air saat ini adalah karena kurangnya apresiasi terhadap karya seni tersebut. Sebaliknya, di pasaran ada banyak karya tokoh-tokoh luar yang beredar.
Di sisi lain, hal ini juga bisa dimaknai sebagai propaganda terkait kedigdayaan suatu bangsa. Dengan secara terus-menerus memunculkan karya yang mencirikan ketokohan nasional, secara tidak langsung membawa dampak pada psikologis generasi yang akan datang. Sebaliknya, jika tokoh-tokoh asing yang disebar melalui beberapa sarana visual, maka akan membawa legitimasi terhadap kegagahan bangsa asing. “Seharusnya, miniatur atau karya seni berwujud tokoh nasional itu harus diperbanyak. Jangan malah sebaliknya. Sebab, secara tidak langsung ini akan memengaruhi informasi sejarah nasional,” katanya.
Dia mengungkapkan, beberapa seniman luar tidak hanya membuat tokoh-tokoh idola mereka semakin dekat dengan anak-anak di generasi yang akan datang. Bahkan, melalui karya seni ini pula juga sedikit diulik cerita serta sejarah para pahwalan mereka. “ Jadi di luar sana ada banyak diorama yang sedikit banyak menceritakan perjalanan perjuangan bangsa mereka. Itu pasti pengaruhnya besar sekali, “tutur dia.
Menurut Daru, ada banyak cerita serta tokoh nasional yang layak dan patut untuk terus dikenang perjuangannya. Tidak hanya kisah heroik, keragaman budaya cerita masyarakat juga bisa diangkat untuk menambah keragaman budaya. (*/c1/wen)