KOTA BLITAR – Tak bisa asal “coblos”. Seorang relawan Palang Merah Indonesia (PMI) kudu berbekal literatur dan kemampuan mumpuni dalam melakoni tugasnya melayani proses donor darah. Irma Yunita, salah seorang personel PMI Kota Blitar, berbagi kisahnya sebagai relawan di Hari Donor Darah Sedunia.
Markas PMI Kota Blitar tampak ramai siang kemarin (14/6). Beberapa orang hilir mudik di fasilitas donor dan penyimpanan darah yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman itu. Rupanya, mereka adalah para calon pendonor darah yang menunggu giliran untuk melakukan transfusi. Sejumlah petugas berseragam merah juga nampak sibuk mengarahkan para calon pendonor.
Wajar jika markas PMI lebih ramai dari biasanya kemarin. Sebab, Selasa kemarin bertepatan dengan Hari Donor Darah Sedunia. Selain peningkatan aktivitas donor darah di markas, kegiatan tranfusi oleh unit donor darah (UDD) PMI Kota Blitar di lapangan juga meningkat. Cara ini biasa disebut dengan metode donor darah “jemput bola”.
Sebagai salah satu relawan PMI, tak heran tugas Irma Yunita juga ikut bertambah dalam beberapa waktu belakangan. Itu tak lepas dari maraknya peningkatan permintaan oleh kelompok masyarakat se-Blitar Raya jelang Hari Donor Darah Sedunia. “Sejak sepekan lalu ada peningkatan jumlah donor darah jelang Hari Donor Darah Sedunia. Saya dan tim keliling ke berbagai daerah di Blitar untuk melayani dengan metode jemput bola,” tutur warga Kelurahan Plosokerep, Kecamatan Sananwetan ini.
Dalam praktiknya, tim transfusi darah bekerja sama dengan kelompok masyarakat hingga lembaga pemerintahan se-Blitar Raya. Mulai dari karang taruna, pemerintah desa/kelurahan, lembaga sekolah, dan ada banyak lembaga nonpemerintah lain. Sesuai dengan namanya, kegiatan donor darah dilakukan dengan mendatangi masyarakat secara langsung ke berbagai wilayah. Termasuk di pelosok-pelosok desa terpencil. “Beberapa waktu lalu kami melayani warga di Kesamben dan Doko. Memang terbilang jauh dari kota. Tapi, itu panggilan tugas,” ujar perempuan berjilbab ini.
Perlu diketahui, PMI punya cara tersendiri untuk menghitung jumlah pasokan darah setiap harinya. Itu dilakukan dalam upaya pemenuhan permintaan darah harian pula. Jadi, Irma dan tim dibekali target perolehan atau pasokan darah dalam setiap penugasan di lapangan. Harus diakui, tak jarang perolehan darah tak mencapai target. Namun, itu tak menjadikan semangat para relawan jadi redup.
“Kita selalu punya target bisa membawa 30-40 kantong darah dalam sekali jemput bola. Sering, kami bisa dapat pas atau bahkan lebih, tapi tak jarang juga kita hanya membawa sekitar 20-25 kantong. Namun, kita tetap semangat di setiap penugasan ya,” ujar wanita yang baru berulang tahun pada 8 Juni lalu ini.
Alumnus Poltekkes Kemenkes Malang ini mengaku bahwa kata libur dan relawan memang sering kali tak sejalan. Alasannya, tak jarang Irma harus tetap bertugas setiap harinya. Sebab, hal ini juga tergantung pada adanya permintaan layanan donor darah yang bisa datang kapan saja. “Kita sudah ada sif libur. Namun, permintaan donor darah di lapangan bisa datang kapan saja. Kita sering tidak libur karena ada tugas. Jadi, libur saya ambil pas tidak ada tugas lapangan saja,” bebernya.
Meski begitu, Irma mengaku tak keberatan dengan kondisi yang dilakoni saat ini. Pasalnya, tugas sebagai relawan dimaknai sebagai panggilan kemanusiaan. Selain itu, wanita 31 tahun ini justru merasa senang karena dia bisa melayani masyarakat sekaligus melakukan kegiatan edukasi soal manfaat donor darah. “Kita selalu sampaikan bahwa donor darah itu bermanfaat bagi diri kita, karena kita bisa lebih sehat dan bugar. Dan yang terpenting, setetes darah yang kita donorkan itu sangat berarti untuk menyelamatkan orang lain,” tegasnya. (*/c1/ady)