KOTA BLITAR – Kamis (10/11) lalu menjadi momen haru sekaligus berkesan bagi Andriyono Kilat Adhi dan keluarga. Lagu populer ciptaan sang ayah, Anjar Any, berjudul “Blitar Kawentar”, akhirnya dipatenkan Pemerintah Kota (Pemkot) Blitar.
Blitar kutho cilik sing kawentar
Edi peni Gunung Kelud sing ngayomi
Blitar jaman Jepang nate gempar
Peta brontak sing dipimpin Supriyadi
Blitar nyimpen awune sang noto
Majapahit ning Candi Panataran
Blitar nyimpen layone Bung Karno
Proklamator lan presiden kang kapisan
Lirik lagu “Blitar Kawentar” tersebut tak asing bagi hampir seluruh masyarakat Blitar. Kini, pemkot telah mematenkan lagu tersebut.
“Coba seandainya Bapak (Anjar Any, Red) masih sugeng, pasti nangis dan bangga” ujar Andriyo Kilat Adhi, menirukan kata sang adik, saat mendengar lagu itu dinyanyikan di momen peringatan Hari Pahlawan di Kompleks Monumen PETA.
Andriyono masih ingat betul bagaimana proses lagu itu diciptakan. Lagu bersejarah berjudul “Blitar Kawentar” yang selama ini sering digaungkan di acara-acara tertentu. Kala itu, dia turut serta dalam proses penciptaannya.
“Saat itu saya yang bantu nulis not-nya. Kalau tidak salah, saya masih SMA,” kenangnya, mengawali obrolan dengan Jawa Pos Radar Blitar, kemarin (17/11).
Dia menceritakan, lagu tersebut diciptakan sewindu setelah Bung Karno wafat atau sekitar 1978 silam. Anjar Any, pencipta lagu tersebut, memang sosok pengagum Bung Karno. “Bapak (Anjar Any, Red) itu memang Soekarnois. Ketika peringatan sewindu wafat Bung Karno di Blitar, bapak ikut ke sana. Dari situ, Bapak langsung terinspirasi untuk menciptakan lagu seputar Blitar,” ungkap pria berusia 62 tahun itu.
Sang Proklamator menjadi salah satu inspirasi penciptaan lagu tersebut. Saat itu, Andriyo turut diajak ambil bagian dalam proses penciptaannya. Pada kesempatan itu, sang ayah juga mencetak sebuah buku berjudul Bung Karno Siapa yang Punya.
Lirik lagu ditulis di Blitar. Kemudian, dilanjutkan di Solo untuk disempurnakan. Akhirnya, jadilah lagu tersebut yang hingga kini terus dinyanyikan oleh para lintas generasi.
Dalam setiap acara-acara resmi, Pemkot Blitar maupun Pemkab Blitar selalu memutar dan menyanyikan lagu tersebut. Seolah, lagu tersebut sudah menjadi bagian dari ikon Blitar serta ajang promosi potensi wisata di Blitar Raya. Bahkan, lagu itu dimainkan dengan berbagai genre agar lebih nyaman didengar oleh generasi milenial.
Lagu “Blitar Kawentar” bukanlah satu-satunya karya Anjar Any. Lagu yang sering dinyanyikan oleh kepala daerah Blitar itu merupakan satu dari ribuan lagu ciptaan seniman asal Ponorogo tersebut. Berkat kecintaannya terhadap seni Jawa, dia dinobatkan sebagai Maestro Langgam Jawa.
Atas jasanya itu, Anjar Any juga diganjar gelar kehormatan dari Kasunanan Sukarta sebagai Raden Kanjeng Tumenggung (RKT). Seniman kondang bernama lengkap Andjar Any Singonegoro telah berhasil menciptakan sedikitnya 1.050 lagu. Dia pun kembali diganjar penghargaan sebagai pencipta lagu terbanyak dari Museum Rekor Indonesia pada 2004 lalu.
Selain “Blitar Kawentar”, ada beberapa lagu berlanggam Jawa yang populer karya Anjar Any. Di antaranya, Jangkrik Génggong, Yèn ing Tawang Ana Lintang, Nyidham Sari, Kasmaran (Iki Wèk-é Sapa), Lintang Panjer Rina, Petruk Dadi Ratu, serta Taman Jurug. Sebagian judul lagu itu pun diabadikan di batu nisan makam Anjar Any. “Beliau lahir 3 Maret 1936 dan wafat pada 13 November 2008. Selain seniman, Bapak juga wartawan,” ungkap putra sulung dari lima bersaudara itu.
Selama 44 tahun berselang, lagu “Blitar Kawentar” karya Sang Maestro itu akhirnya dipatenkan oleh Pemkot Blitar. Tepat pada momen Hari Pahlawan 10 November lalu, pemkot secara resmi memberikan royalti atas hak cipta lagu yang dipatenkan sebagai lagu khas Kota Blitar itu kepada keluarga ahli waris di Kompleks Monumen PETA. “Saat itu, saya dan dua adik yang langsung menerima. Alhamdulillah, terima kasih kepada pemkot sudah peduli dengan karya Bapak,” ucapnya. “Lagu ini memang cocok dengan Blitar,” imbuhnya.
Dengan dipatenkannya lagu itu sebagai lagu khas Kota Blitar, maka secara resmi sudah menjadi hak Kota Blitar untuk memutarnya. Begitu pun bagi Kabupaten Blitar. “Semua boleh memutar dan menyanyikan. Karena masih Blitar. Beda kalau ada orang atau daerah lain yang mengomersialkan, itu ya harus membayar royalti,” terang dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Blitar Edy Wasono mengatakan, lirik lagu “Blitar Kawentar itu identik dengan Kota Blitar. Seperti, Blitar kota kecil, keberadaan Makam Bung Karno, markas PETA yang dipimpin Supriyadi. “Karena itulah, pemkot tergerak hatinya untuk berani mematenkan lagu tersebut sebagai lagu khas Kota Blitar,” terangnya kepada koran ini, kemarin.
Kenapa baru sekarang dipatenkan, padahal lagu itu sudah diciptakan puluhan tahun yang lalu. “Sebenarnya dari lama kami sudah memiliki keinginan untuk memantenkan lagu tersebut. Mungkin, baru tahun ini ada kesempatan dan momen yang pas,” tuturnya, lantas tersenyum.
Ditanya terkait berapa nilai royalti yang diberikan untuk lagu tersebut, Edy enggan menyebutkan. Sebab, hal itu dinilai sensitif. “Yang penting, nilai royalti ini telah disepakati oleh kedua belah pihak. Antara pemkot dan ahli waris,” ujarnya.
Setelah dipatenkan, dia berharap lagu itu bisa menjadi lagu yang wajib diputar di mana pun. Terutama di tempat-tempat pelayanan publik. Seperti di kantor-kantor OPD, tempat wisata, dan di acara-acara resmi tertentu.
Itu dilakukan sebagai upaya untuk mengenalkan lagu khas Kota Blitar ataupun Blitar Raya. Serta ajang promosi potensi-potensi yang ada di Blitar Raya. “Siapa pun boleh menyanyikan. Termasuk kabupaten, silakan. Ini lagu tentang Blitar,” katanya. (*/c1/wen)