KABUPATEN BLITAR – Genjot pendapatan asli daerah (PAD) menjadi keniscayaan bagi Mak Rini dan Makdhe Rahmat. Sebab, lima tahun tahun dari sekarang pemerintah daerah harus menekan belanja pegawai maksimal 30 persen dari total belanja daerah.
“Saat ini belanja wajib atau belanja pegawai kami masih cukup tinggi, sekitar Rp 900 miliar atau 34 persen dari kemampuan keuangan daerah,” ujar Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Blitar, Candra Purnama.
Kebijakan terkait batasan belanja wajib itu tertuang dalam Undang-Udang Nomor 1 Tahun 2022, tentang Hubungan Keuangan Antaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dalam regulasi ini ditegaskan mengenai pembatasan belanja pegawai dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Candra mengatakan, kemampuan fiskal daerah didukung oleh beberapa pos pendapatan. Misalnya, dana transfer, pendapatan asli daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. Dana transfer menjadi andalan pemerintah daerah untuk mencukupi kebutuhan belanja daerah. Sedangkan kontribusi PAD, dan pos pendapatan lain belum begitu siginifikan. “Kami juga melihat upaya pemerintah daerah dalam menekan kebutuhan belanja pegawai ini, tapi mengurangi pos belanja pegawai ini tentu tidak mudah,” katanya.
Menurut dia, jumlah pegawai yang harus mendapatkan gaji serta tunjangan sudah jelas. Begitu juga dengan besaran honorarium yang harus dikeluarkan tiap bulan oleh pemerintah daerah. Artinya, nyaris tidak ada yang bisa dilakukan pemerintah untuk menekan belanja pegawai ini. “Pengurangannya paling karena ada yang pensiun, itu pun jumlahnya tidak begitu signifikan,” imbuhnya.
Disisi lain, pemerintah daerah juga harus mempersiapkan diri dan menyiapkan beberapa alternatif penyokong pendapatan daerah. Sebab, tidak selamanya pemerintah daerah bisa mengandalkan dana transfer dari pusat. “Kemungkinan, lambat laun dana transfer itu menurun. Jadi yang bisa dilakukan adalah fokus mengupayakan peningkatan PAD. Ini juga demi kemandirian keuangan daerah,” tuturnya.
Politisi PKB itu melanjutkan, ada banyak potensi yang bisa didorong menjadai PAD. Selain sektor pariwisata, pengelolaan badan usaha milik daerah (BUMD) juga bisa menjadi penghasil pundi pendapatan.
Untuk diketahui, pendapatan dana transfer daerah tahun 2023 diproyeksikan sekitar Rp 1,961 triliun. Itu turun sekitar Rp 24,6 miliar jika dibandingkan dengan pendapatan dana transfer tahun sebelumnya. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Blitar Kurdiyanto mengatakan, Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023 masih sangat dinamis. Artinya, proyeksi pendapatan daerah yang dibubuhkan dalam nota keuangan tersebut belum bisa menjadi acuan pendapatan daerah. “Jadi kalau masih rancangan itu masih bisa bergerak, ketika sudah persetujuan nah itu baru pasti,” tandasnya. (hai/wen)