TRENGGALEK – Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) ancang-ancang memberikan surat peringatan (SP) terhadap belasan menara base transceiver station (BTS) ilegal. Namun sebelum mengambil langkah itu, DPUPR akan mempelajari kewenangan tentang BTS.
Kepala DPUPR Kabupaten Trenggalek Ramelan mengatakan, BTS yang beroperasi terdata mencapai 260 menara. Namun, ratusan BTS itu sudah klir dari sisi perizinan sehingga operasional menara-menara itu sudah mengikuti persyaratan untuk membayar pajak. “Iya memang, yang berizin itu sudah berkontribusi ke pemerintah. Kendati besarannya diatur dari pusat, tapi pemda juga mengaturnya di perda dengan tarif pajak Rp 2,6 juta per tahun,” ucapnya.
Adanya belasan BTS yang beroperasi namun diduga ilegal, menurut Ramelan, dampak pertama yang ditimbulkan dapat memengaruhi ketidaksesuaian dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Trenggalek. Selain itu, potensi pendapatan daerah berpotensi berkurang. “Informasi dari saya, ada 12 yang operasi tapi tak berizin,” ungkapnya.
Menyinggung upaya waktu dekat, kata dia, DPUPR belum bisa bertindak gegabah dengan merobohkan BTS-BTS tersebut. Pasalnya, kewenangan BTS belum mendapat benang merah, antara masuk organisasi perangkat daerah (OPD) DPUPR atau DPMPTSP. “Jika memang di OPD kami, maka kami beri surat peringatan ke owner BTS-nya. Peringatan satu, dua, sampai tiga. Dan, apabila tidak direspons, tindakan akan mengarah ke perobohan atau apa, saya belum pelajari,” jelasnya.
Diberitakan, ada dugaan mengenai belasan BTS yang sudah beroperasi puluhan tahun dan ternyata tak berizin. Tak ayal, BTS berpotensi tidak menyumbang ke pendapatan asli daerah (PAD). Padahal, potensi pendapatan dari menara ilegal tersebut bisa mencapai ratusan juta per tahun.
Melalui Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Trenggalek Mugianto, pihaknya membenarkan, BTS yang beroperasi selama puluhan tahun namun diduga ilegal mencapai 12 titik. Menara-menara itu tersebar nyaris di 14 kecamatan. “Belum dapat dipastikan itu provider apa, tapi selama beroperasi menara itu belum berizin,” ungkapnya.
Beberapa syarat perizinan yang belum dipenuhi pemilik menara provider, kata Mugianto, yakni izin mendirikan bangunan (IMB) maupun dugaan pendirian menara yang menabrak RTRW.(tra/c1/rka)