TRENGGALEK – Jaksa tampaknya harus lebih jeli dalam mengajukan perkara yang ditangani agar bisa dilakukan restorative justice (RJ). Pasalnya, tidak semua perkara yang diajukan disetujui untuk dilakukan RJ.
Buktinya, sejauh ini Kejari Trenggalek telah mengajukan tujuh perkara yang ditangani untuk mendapatkan RJ. Namun, ada satu perkara yang ditolak untuk dilakukan RJ. Alasannya, perkara tersebut tidak memenuhi syarat untuk dilakukan RJ. Jadi mulai diterapkan sudah ada enam perkara di sini yang telah dilaksanakan RJ, ungkap Kajari Trenggalek Masnur.
Dia melanjutkan, satu perkara tersebut ditolak lantaran berdasarkan kajian belum memenuhi syarat untuk dilakukan RJ. Sebab dalam hal ini tidak semua perkara bisa dilakukan RJ, karena harus memenuhi berbagai unsur. Hukum tidak ada di buku tapi ada di hati nurani, karena itu RJ ini telah kami laksanakan dan masyarakat merespons dengan baik, katanya.
Hal tersebut diakui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim) Mia Amiati. Dia menerangkan bila restorative justice bisa dilaksanakan dengan beberapa syarat. Yaitu, pelaku pidana bukan residivis, juga baru pertama kali melakukan tindak pidana dan tidak semata-mata karena keinginan hatinya, tapi mungkin karena ada dorongan emosional maupun masalah ekonomi. Selain itu jangka waktu hukuman tidak lebih dari 5 tahun, ditambah angka kerugian yang disebabkan tidak lebih dari Rp 2,5 juta. Ditambahkan, ada upaya bisa saling memaafkan antara kedua belah pihak. Selain itu pada proses ini direspons positif oleh masyarakat, terangnya.
Proses tersebut bisa dilakukan dengan dihadiri oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama di lingkungan sekitar. Karena itu dalam proses RJ tersebut, kejaksaan terus berupaya untuk mendirikan rumah RJ. Saat ini ada 182 rumah restorative justice dan di Trenggalek sendiri ada 14 omah sambung rasa restorative justice, yang tersebar di 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Trenggalek. Nantinya dalam rumah tersebut bisa digunakan sebagai tempat mediasi antara pelaku dan korban, ketika ada persoalan hukum yang memenuhi syarat untuk diajukan RJ. Tidak semua kasus pidana harus diselesaikan melalui jalur hukum. Karena itu dengan adanya rumah RJ seperti di Trenggalek bisa jadi fasilitator untuk mencegah, atau mendampingi masyarakat agar tidak mempunyai pikiran bahwa hukum ini selalu lancip ke bawah tapi tumpul ke atas. Sebab, semua rakyat Indonesia ini memiliki tingkatan hukum yang sama di mata pengadilan, jelasnya.(jaz/c1/rka)