TRENGGALEK – “Pernikahan anak dengan alasan kemiskinan, justru malah menjadikan kemiskinan turun temurun,” ucap Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dalam kegiatan 50 tahun Kesatuan Gerak Pembina Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Menurutnya, mayoritas pernikahan dini tak memiliki persiapan yang matang. Misal, mereka akan tinggal dengan orang tua karena belum punya rumah sendiri atau punya penghasilan sendiri. Hal itu pun yang justru menambah beban hidup orang tua. “Bukan seperti ini cara menurunkan kemiskinan, kecuali bila mereka menginginkan kemiskinan,” tegasnya.
Khofifah mengaku, dampak signifikan pernikahan dini tak terkecuali adalah stunting atau kekurangan gizi. Alasannya, saat ibu hamil (bumil) atau pascamelahirkan itu kurang memperhatikan asupan gizi. “Dan sering kali, kalau ingin diet makan diharapkan ada pendampingan ahli gizi sehingga kebutuhan gizi anak tercukupi dan stunting bisa dicegah,” ujarnya.
Namun begitu, lanjut dia, menekan kasus pernikahan dini tidak cuma bisa dilakukan melalui peran pemerintah. Di luar itu, ada aspek lain mulai dari pendidikan, tokoh agama, tokoh masyarakat, maupun media yang turut memberikan edukasi kepada masyarakat. “Ini yang kita harapkan, anak tidak menikah di dini usia. Kalau Pengadilan agama memberikan dispensasi kawin, maka ada permohonan dari orang tua. Mari kita edukasi para orang tua,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Trenggalek Novita Hardini berkomitmen mencegah perkawinan anak, karena pernikahan anak bisa berpotensi menimbulkan permasalahan kemiskinan baru dan juga stunting. Belum lagi, kasus kematian ibu-bayi mati saat melahirkan, perceraian, juga masalah-masalah lainnya sehingga perlunya dicegah.
Meningkatnya angka pernikahan anak ini dapat dilihat dengan banyaknya permintaan dispensasi kawin di pengadilan agama. Hal itu dipicu karena kehamilan di luar nikah ataupun anggapan orang tua yang ingin segera menikahkan anaknya agar bisa mengurangi beban hidup keluarga. Padahal, anggapan ini tidaklah benar karena pernikahan anak akan menambah beban keluarga itu sendiri, termasuk berisiko pada perceraian.
Berupaya mencegah pernikahan anak, inisiator Sepeda Keren (inovasi terbaik kompetisi inovasi publik Jatim tahun 2021) itu akan melakukan berbagai upaya. “Langkah-langkah yang akan kita lakukan, pertama-tama kita mengoptimalisasi gerakan Sepeda Keren. Karena di dalamnya juga ada kampanye untuk meningkatkan kapasitas orang tua. Kemudian dari dinas sosial, kami juga bisa kolaborasi mencegah pernikahan anak,” terangnya.
Lalu, kampanye dengan menggandeng kalangan anak, melalui terjun di tiap sekolah untuk mengampanyekan tentang dampak pernikahan dini dan sebagainya. “Menyampaikan edukasi pengetahuan usia berapa yang tepat untuk menikah, terus syaratnya apa saja dan yang lainnya,” imbuhnya. (tra/c1/rka)