TRENGGALEK – Wahid Jafar Mayono memang penyandang cerebral palsy (gangguan yang memengaruhi gerakan, Red). Kedua kaki dan tangannya cacat, yang menyulitkannya berjalan atau sekadar melakukan aktivitas layaknya orang-orang normal. Tapi di balik keterbatasan itu, Wahid adalah pria yang kreatif. Bahkan melalui jasa desainnya, dia mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tiao kemauan pasti ada jalan. Istilah itu dapat mewakili Wahid Jafar Mayono. Dia memang punya keterbatasan fisik, tapi impian tak berlaku bagi orang normal saja. Selama mau dan berusaha, semua orang pasti diberikan jalan.
Wahid adalah orang yang tertarik dengan desain grafis. Dia suka mengolah sesuatu yang kosong agar memiliki nilai estetik. Hal itu dibuktikan dengan kelihaiannya saat mengisi komponen-komponen layer (lembaran kosong dalam aplikasi desain, Red) kosong menjadi sebuah undangan pernikahan.
Cara Wahid membuat desain itu pun berbeda. Dia tidak memakai mouse saat mendesain, melainkan mengandalkan joystick PlayStation (PS). Joystick itu sebagai penggerak pointer pada laptop. Memang, cara yang dipakai Wahid lebih lama. Tapi, alat itu adalah yang paling sesuai dengan keterbatasan fisiknya.
Melihat desain buatan Wahid, tentu orang tidak akan mengira jika orang yang mendesainnya adalah disabilitas. Sebab, karya-karya desain buatannya mampu menyembunyikan identitas dirinya. “Berkarya tidak ada batasannya,” ucapnya.
Menjalani profesi sebagai desainer undangan mengharuskan Wahid berada di depan layar monitor laptop dengan waktu yang cukup lama. Namun itu bukan menjadi masalah, dia sudah terbiasa dengan aktivitas di depan laptop, bahkan dia begitu menikmatinya. “Tidak capek, waktu menjadi tak terasa ketika mendesain,” ungkapnya.
Pria kelahiran 1992 itu mengaku mempelajari desain grafis dari Kota Solo, Jawa Tengah. Dia ikut kursus dan pelatihan. Keputusan itu memaksa Wahid untuk meninggalkan Yayasan Inklusif Disabilitas Naeema Trenggalek, sebagai lingkungan yang sudah mengetahui dan menerima segala keterbatasan dirinya untuk bertemu dengan orang-orang baru. “Selama tiga bulan dulu ikut kursus desain grafis,” ucapnya.
Berkat keuletannya, Wahid berhasil meningkatkan kemampuan desain grafisnya dengan cara berlatih terus-menerus. “Dulu belajar kursus, lalu dikembangkan sendiri,” imbuhnya.
Kini jerih payah Wahid berbuah hasil. Dia sering menerima permintaan jasa desain grafis melalui jejaring sosial. Meskipun dengan kondisi yang terbatas itu, Wahid mampu menyelesaikan permintaan jasa desain grafis sesuai jadwal. Biasanya, proses pembuatan desain undangan itu butuh waktu sekitar lima hari. “Itu sekaligus cetaknya, kalau desain banner atau baliho itu tergantung minat pemesan,” ucapnya.
Jasa desain grafis Wahid pun dibanderol ramah dikantong. Wahid menarik tarif Rp 400 per satu lembar undangan berwarna dan Rp 300 untuk hitam putih. “Ya terus saya kembangkan, semoga bisa menjadi jalan dan ladang rezeki bagi saya,” pungkasnya. (*/c1/rka)