TRENGGALEK – Masyarakat di Bumi Menak Sopal sepatutnya mencari bahan alternatif lain selain plastik untuk membungkus daging kurban. Itu dilakukan untuk mengurangi limbah plastik yang saat ini terus menumpuk. Salah satu bahan alternatif yang digunakan adalah besek dan daun pisang, seperti yang dilakukan panitia kurban di SMAN 1 Trenggalek.
Tujuannya selain mengurangi limbah plastik besek bambu sebagai wadah daging kurban Idul Adha karena lebih ramah lingkungan. Sebab semua bahan terbuat dari alam, sehingga ketika tidak digunakan akan lebih mudah kembali ke alam. “Ada sekitar 300 paket daging kurban sapi yang kami didistribusikan kepada sekolah, yang semuanya dibungkus oleh daun pisang dan besek bambu,” ungkap sekretaris panitia kurban Budi Riyanto.
Dia melanjutkan, sebenarnya ide untuk menggunakan daun pisang dan besek bambu sebagai bungkus daging kurban tersebut muncul sekitar lima tahun lalu. Saat itu ada kabar tentang dampak penggunaan plastik sebagai wadah daging. Selain itu juga bahaya sampah plastik yang dihasilkan, mengingat plastik merupakan sampah yang tidak bisa terurai. “Karena itulah muncul ide untuk menggunakan daun pisang dan besek ini, selain itu rasa daging juga lebih enak daripada yang dibungkus dengan plastik,” katanya.
Itu terjadi lantaran ada rongga di antara anyaman besek membuat pengemasan makanan menjadi lebih segar. Itu terjadi karena sirkulasi udara yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dalam daging. Selain itu di Trenggalek sendiri ada banyak sekali perajin besek, sehingga selain mudah ditemukan juga bisa membantu perekonomian masyarakat sekitar.
Tak ayal karena keinginan tersebut panitia harus mengeluarkan biaya lebih guna membeli wadah daging kurban yang natural tersebut. Ini terlihat untuk sepasang wadah tersebut dibeli dengan harga sekitar Rp 1 ribu. Berarti untuk 300 paket daging kurban, berarti biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 300 ribu untuk membeli wadah. Pastinya jika dilihat dari segi harga jauh lebih murah dan praktis jika menggunakan plastik. “Memang jika dijumlah terhitung banyak, namun hal itu tidak bisa dibandingkan dengan dampak dari segi lingkungan dan kesehatan yang jauh lebih banyak,” ungkap Budi.(jaz/rka)