KOTA BLITAR – Peluang usaha produk ecoprint kini makin terbuka lebar. Mulai bermunculan pelaku usaha yang menggeluti bisnis ramah lingkungan tersebut. Meski terbilang ribet dalam hal produksi, kini produk ecoprint juga makin dilirik banyak orang.
Bisnis ecoprint kini mulai menjamur. Baik dalam skala kecil maupun besar. Peluang usaha ini cukup menjanjikan, karena proses pembuatannya membutuhkan waktu yang tidak lama. Begitu juga dengan bahan baku, mudah didapatkan.
“Terkadang ada bahan-bahan tertentu yang harus didapat dari luar negeri. Seperti daun eukaliptus jenis tertentu, saya harus beli ke luar negeri,” jelas Sulisyanti, salah seorang pelaku usaha ecoprint.
Perempuan 42 tahun itu baru sekitar dua tahun menggeluti usaha tersebut. Ecoprint adalah teknik membatik dengan memanfaatkan pewarna alami dari dedaunan. Daun itu sendiri dijadikan motif. Namun, ada kekurangan dalam produk kain ecoprint. Yakni tidak bisa diproduksi dalam bentuk kain yang seragam.
“Artinya, dari segi warna maupun motif tidak bisa seragam. Sebab, warna dan motif yang keluar dari daun tidak bisa ditentukan. Antara satu kain dengan kain lain, hasil warna bisa lebih terang dan lebih gelap. Kelemahannya di situ,” terangnya.
Makanya, produk kain ecoprint terbilang eksklusif. Beda dengan batik tulis dan cap, baik dari segi motif dan warna bisa ditentukan dan diperbanyak. Seperti motif bisa digambar terlebih dulu. “Kalau ecoprint kan tidak bisa. Motif dihasilkan dari daun itu sendiri. Jadi terkesan natural,” ujar warga Kelurahan/Kecamatan Kepanjenkidul itu.
Nah, harga kain ecoprint tidak jauh berbeda dengan batik tulis. Selisihnya tipis. Karena kain ecoprint menggunakan warna alami dan bahan baku terbatas, maka harganya sedikit lebih mahal. “Mulai Rp 250 ribu hingga Rp 1 juta. Tergantung jenis daun, ukuran, dan jenis kain. Jika pakai daun impor dan kain sutra, itu bisa sampai jutaan,” tandasnya. (sub/c1/wen)