KABUPATEN BLITAR – Kabupaten Blitar kembali diganjar penghargaan kabupaten layak anak (KLA) kategori Nindya 2022 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlingdungan Anak (PPPA). Ini sekaligus menjadi salah satu bukti komitmen dan kerja keras pemerintah daerah dalam memenuhai hak dasar anak di Bumi Penataran.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Blitar Herman Widodo mengatakan, penghargaan tersebut tidak hanya apresiasi atas kinerja, namun juga cambuk bagi pemerintah daerah. Yakni untuk memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, utamanya mewujudkan daerah yang ramah terhadap anak. “Capaian ini tentu berkat kerja kolektif dan dukungan dari banyak pihak,” ujarnya.

Dia melanjutkan, bukan hal mudah untuk mewujudkan daerah layak anak. Selain integrasi kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, juga ada 24 indikator yang harus dipenuhi. Mulai penyediaan regulasi, penguatan kelembagaan, keterlibatan masyarakat dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak. “Hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan yang lain, ini berlaku sejak dalam kandungan,” terangnya.
Ada lima tingkatan dalam pemberian penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA). Yakni, Pratama, Madya, Nindya, Utama, dan KLA (Kabupaten/kota layak anak). Menurut dia, pemerintah daerah sudah berupaya keras suntuk mewujudkan daerah layak anak. Mulai dari membuat regulasi terkait anak, menyediakan sarana raprasana layak anak, hingga beberapa kebutuhan anak-anak lain. Sayangnya, untuk memenuhi standar optimal daerah ramah anak banyak hal yang harus dipenuhi. Misalnya menekan angka kematian ibu dan anak, hingga fenomena pernikahan usia dini.
Hal ini butuh proses yang tak sederhana. Selain pemerintah daerah, orang tua memiliki peran besar. Tidak hanya pendampingan namun juga edukasi terhadap anak. “Contoh yang paling sederhana itu terkait penggunaan gadget. Anak-anak kini sangat dekat dengan teknologi. Meski banyak hal positif, ada sisi negatif yang kudu dipahami,” tuturnya.
Kedepan, pihaknya berencana melibatkan pemerintah desa untuk memaksimalkan pemenuhan hak anak ini. Selain menyediakan sarana prasarana yang ramah untuk anak, juga membangun budaya lama yang positif untuk anak. “Yang sederhana saja, misalnya membuat kegiatan ataupun permainan yang sering dilakukan pada zaman dulu. game lawas ini banyak olah fisik, itu baik untuk merangsang motorik anak sekaligus menjauhkan anak dari kencanduan gawai,” terangnya.
Disis lain pemerintah daerah juga akan mengintensifkan sosialisasi terkait pembinaan keluarga. Sebab, asal muasal persoalan yang melibatkan anak bersumber dari lingkungan terdekat anak. “ utamanya adalah ibu, sebab guru pertama anak adalah ibu mereka,” tandasnya. (hai/wen)