BLITAR – Sekitar dua tahun terakhir Winda Kartika Wati menekuni budi daya tanaman organik. Khususnya sayuran dan tanaman herbal. Tanaman yang dibudi daya rata-rata jenis impor. Tentu ini butuh ketelatenan agar hasil panennya memuaskan.
Winda memanfaatkan lahan di teras rumahnya untuk membudidayakan tanaman organik. Fokus budi dayanya yakni pembibitan. Sejak pandemi, dia lebih banyak pembibitan sayuran organik. Sayuran organik yang dibudidayakan Winda adalah jenis impor. Di antaranya sawi pagoda, lobak, seledri Cina, serta sayur kale. “Untuk bibit saya datangkan dari Cina (Tiongkok, Red). Di sana tanaman sayur tersebut memang dibudidayakan,” ujarnya, kemarin (24/12).
Selain sayuran, warga Kelurahan Babadan, Kecamatan Wlingi itu juga membudidayakan tanaman bumbu dapur. Salah satunya cabai. Sama dengan sayuran, cabai yang ditanam Winda juga jenis impor. Di antaranya, cabai pelangi, cabai habanero, cabai jalapeno, dan cabai gendol. Dia mengaku memilih membudidayakan tanaman sayuran dan cabe impor karena penasaran. “Saat di sana (Tiongkok, Red), saya penasaran dengan tanaman sayur dan cabai yang ditanam. Dari situ, saya berpikir apa bisa tanaman itu ditanam di Indonesia,” ungkapnya.
Pulang dari negara tersebut, Winda tak lupa membawa sejumlah bibit tanaman sayuran berbagai jenis. Karena memang senang berkebun, dia langsung mencoba menanamnya. Bereksperimen dengan tanaman impor itu. Wanita berhijab itu menggunakan polibag sebagai wadah media tanam. Dia menggunakan tanah, pupuk kandang, serta arang sekam.
“Perbandingannya disesuaikan. Yang penting tanah paling banyak,” ujar perempuan ramah itu.
Karena organik, Winda tidak menggunakan pestisida kimia untuk membasmi hama. Dia menggunakan pestisida nonkimia. “Bahannya alami. Menggunakan ramuan dari rempah-rempah. Dicampur menggunakan air lalu difermentasi,” jelasnya.
Perawatan tanaman organik cukup mudah. Sebab, bahan-bahan untuk pupuk dan pestisida mudah didapat. “Seperti penggunaan pupuk kandang. Bisa juga air cucian beras dan urine kelinci,” tandasnya. (sub/c1/wen/dfs)