KOTA, Radar Tulungagung – Kasus meninggalnya aparatur sipil negara (ASN) saat berkencan dengan rekan sejawat di salah satu hotel di Trenggalek berbuntut panjang. Bahkan, dengan terjadinya kasus itu, bisa saja status kepegawaian dari oknum tersebut terancam dicopot.
Kepala Bidang Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispendikpora) Tulungagung, Ardian Candra mengatakan, pihaknya akan segera memproses kedua oknum abdi negara tersebut karena didapati telah melanggar aturan serta kode etik ASN. Diketahui, satu dari kedua oknum ASN tewas saat berkencan dengan teman sejawat di salah satu hotel di Trenggalek pada waktu jam kerja. “Pemberitaan yang menimpa ASN dalam lingkup dinas pendidikan akan segera kami proses. Kita ketahui dulu unsur-unsur pelanggarannya apa saja, baru kita proses dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku,” jelasnya kemarin (26/1).
Berdasarkan data, dua oknum tersebut yakni S, 50, menjabat sebagai kepala SD di Kecamatan Besuki dan bawahannya yakni MSR, 39, berstatus sebagai guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (P3K) di lembaga yang sama. Diketahui, S dan MSR tiba di hotel yang berada di Jalan Sukarno Hatta, Kelurahan Ngantru, Trenggalek, sekitar pukul 08.00 WIB. Tak berselang lama, sekitar pukul 08.30 WIB, S mengalami sesak napas hingga meninggal saat berhubungan badan dengan MSR.
Disinggung ihwal tindakan resmi terkait kasus tersebut, dia mengaku, pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Tulungagung untuk menimbang kasus pelanggaran yang dilakukan kedua oknum ASN tersebut.
Menurut dia, sebelum menentukan pelanggaran, pihaknya akan membuat tim untuk menggali kasus tersebut. “Nanti timnya terdiri dari BKPSDM, inspektorat, dan dispendikpora. Itu nanti digali dulu kasusnya seperti apa berdasarkan dari berbagai sumber. Setelah itu, kita baru bisa tentukan pelanggarannya termasuk ringan, sedang, atau berat. Ya termasuk pelanggaran kode etik,” ucapnya.
Pihaknya mengaku, tindakan asusila yang melibatkan ASN tersebut dimungkinkan dapat mencopot status kepegawaiannya. Dengan adanya kasus tersebut, maka akan mengoptimalkan kinerja dari pengawas sekolah agar dapat meminimalkan oknum ASN yang bolos pada jam kerja. Diketahui, kini pengawas sekolah di Tulungagung hanya sekitar 30-an dari jumlah kebutuhan 50 pengawas. “Kita sudah mulai kekurangan pengawas sekolah. Rata-rata di tiap kecamatan hanya ada satu atau dua pengawas sekolah. Dibandingkan 500 lembaga dengan status negeri itu, kita membutuhkan kurang lebih sekitar 50 pengawas sekolah,” tutupnya.
Sementara itu, Sekretaris BKPSDM Kabupaten Tulungagung Pongki Kurniawan mengatakan sudah mendapat kabar mengenai adanya satu oknum ASN yang tewas saat berkencan di Trenggalek. Kejadian tersebut dilakukan pada saat jam aktif kerja atau sekitar pukul 08.00 WIB, Selasa (24/1/2023) kemarin. Hal ini tentunya dianggap mencoreng nama baik ASN lingkup Pemkab Tulungagung. Kini, pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus tersebut. Namun, kini pihaknya masih belum menerima laporan secara langsung dari dispendikpora selaku yang menaungi kedua oknum tersebut. “Kami pantau kasusnya, tapi kini belum menerima laporan dari dinas terkait,” jelasnya.
Berdasarkan prosedur, pihaknya akan segera merespons dan memberi tindakan setelah menerima laporan dari dinas terkait. Namun, apabila pihaknya tidak kunjung menerima laporan dengan rentang waktu paling lambat minggu ini, maka pihaknya akan langsung turun tangan dan meminta klarifikasi kepada pihak yang terlibat.
Dia menjelaskan, hal itu dilakukan untuk melengkapi bukti dan mendapat keterangan sebenarnya atas peristiwa yang terjadi. Berdasarkan kedua poin tersebut, pihaknya akan memberikan jenis sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh kedua oknum tersebut. “Kita klarifikasi dulu terkait kebenaran informasi yang beredar. Apabila benar itu dilakukan, maka kita akan menentukan langkah pemberian sanksi,” ucapnya.
Disinggung ihwal kemungkinan sanksi yang diterima, dia mengungkapkan, apabila kedua oknum tersebut terbukti melakukan pelanggaran sesuai kabar yang beredar, maka pihaknya dengan sangat terpaksa memberikan sanksi secara bertahap atas tindakan indisipliner yang sudah dilakukan. Itu meliputi pemberian sanksi berupa peringatan secara lisan, sanksi tertulis, atau bahkan yang paling berat yakni sanksi pemecatan. “Pemberian sanksi tentunya sesuai dengan kesalahan yang dilakukan. Karena kabarnya satu oknum meninggal dunia, jadi kami berikan sanksi kepada oknum yang masih hidup yakni MRS yang berstatus P3K,” pungkasnya. (mg2/c1/din)