TRENGGALEK – Keberadaan benda kepurbakalaan di wilayah Bumi Menak Sopal masih sepenuhnya terurus. Pasalnya, hingga saat ini belum ada tempat yang sistematis untuk penyimpanan benda bersejarah tersebut. Apalagi, saat ini benda kepurbakalaan yang ada tersebar di seluruh wilayah di Trenggalek. Dengan kondisi tersebut, benda kepurbakalaan sangat rawan berpindah dari tempat semula. “Karena itu di sini (Trenggalek) sangat dibutuhkan lokasi pusat informasi mengenai keberadaan benda kepurbakalaan itu,” ungkap Ketua Penggiat Sejarah Trenggalek (Pesat) Harmaji.
Dia melanjutkan, hal tersebut cukup realistis dilakukan dalam waktu dekat ini. Mengingat, jika museum butuh waktu yang lama untuk merealisasikan. Sebab, ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendirikan sebuah museum. Hal itu termasuk kesediaan sumber daya manusia (SDM). “Jadi dalam waktu dekat ini tidak mungkin jika ada museum, sebab tidak ada tenaga kerja seperti tenaga ahli, kurator dan sebagainya, sebab syarat administrasi banyak. Jadi, kami anggap pusat informasi itu yang realistis,” katanya.
Hal tersebut harus diwujudkan segera. Sebab, berdasarkan kajian Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur (Jatim) dan Balai Arkeologi (Balar) Jogjakarta, banyak benda kepurbakalaan dengan kondisi terancam dan sangat terancam. Itu dilihat dari letak benda tersebut yang berada di lokasi asli alam bebas dan juga di rumah penduduk. Karenai itu, khususnya untuk benda kepurbakalaan yang berukuran kecil rentan untuk berpindah lokasi, berpindah tangan, atau dicuri. Selain itu juga rentan rusak karena berbagai hal.
Karena pusat informasi tersebut sangat dibutuhkan segera. Sebab, nantinya selain untuk informasi mengenai benda bersejarah, juga bisa difungsikan sebagai tempat penyimpanan benda kepurbakalaan hingga artefak. Dengan demikian, fungsinya bukan hanya sekadar tempat untuk memberikan informasi.
Terlebih penting dari itu, dengan keberadaan pusat informasi tersebut, masyarakat yang wilayahnya ada benda kepurbakalaan atau cagar budaya (CB) hingga diduga CB, maka bisa mengetahuinya sehingga bisa ikut melestarikan agar keberadaan benda tersebut tetap aman. “Hal ini telah kami sampaikan, semoga bisa segera terwujud. Syukur-syukur lokasinya di sekitaran pendapa, karena di situ sudah ada joglo arca dan Prasasti Kamulan,” jelas pria yang juga sebagai Humas Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Jawa Timur (Jatim) ini. (jaz/c1/rka)