KOTA BLITAR – Kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan khususnya pondok pesantren (ponpes) disayangkan berbagai pihak. Pasalnya, perilaku tak bermoral itu membawa dampak buruk bagi dunia pendidikan. Terlebih, perbuatan tersebut dilakukan di ponpes.
”Tentunnya ini mencoreng nama baik ponpes. Ini sangat disayangkan dan disesalkan. Yang pasti, siapa pun pelaku harus diproses hukum sesuai peraturan yang berlaku,” ujar Ketua Komisi I DPRD Kota Blitar Nuhan Eko Wahyudi, kemarin (12/7).
Politikus PPP itu mengaku kecewa dengan peristiwa pelecehan seksual yang marak terjadi. Termasuk di salah satu ponpes di Jombang. Meski di luar daerah, jangan sampai peristiwa serupa terjadi di Kota Blitar. ”Maka dari itu, langkah antisipatif harus dilakukan. Salah satunya dengan mengevaluasi sistem pembelajaran di ponpes,” katanya.
Menurut dia, sistem pembelajaran di ponpes harus dievaluasi kembali. Ada beberapa hal yang harus diperbaiki demi mencegah terjadinya perbuatan asusila di lingkup ponpes. “Seharusnya, antara pondok putra dan putri disendirikan. Jangan jadi satu. Ini untuk mencegah pelecehan itu sendiri,” jelasnya.
“Kemudian harus dibuat sistem yang tepat, karena pembelajaran bisa berlangsung 1×24 jam. Dan, kemungkinan seperti itu (pelecehan, Red) ada,” imbuhnya.
Karena itu, lanjut dia, harus ada pembatasan interaksi antara ustad dengan santri putri. Misalnya, ustad maupun kiai hanya ditugaskan untuk mengajar. Sedangkan dalam hal pengawasan atau pendampingan santri putri, yang bertugas adalah ustadah.
Dengan begitu, hal-hal yang memicu perilaku asusila bisa diminimalisir. Di samping itu, ponpes juga harus membuat kebijakan tegas demi kebaikan proses belajar dan mengajar di ponpes. ”Selain itu, pemerintah daerah (pemda) kami harapkan membuat regulasi khusus tentang ponpes sehingga hal-hal semacam itu bisa dicegah,” terangnya.
Meskipun kini sudah ada peraturan daerah (perda) tentang ponpes, tapi belum sepenuhnya bisa mengatur secara detail. Secara teknis harus didukung dengan peraturan wali kota. ”Untuk perda ponpes sendiri, di dalamnya sudah mengatur tentang pencegahan. Salah satunya mengenai kriteria kiai ataupun ustad yang baik,” tandasnya. (sub/c1/wen)