TULUNGAGUNG – Tahun 1998 adalah awal mula Agus Prasetyo Nugroho menekuni dunia layang-layang. Bukan asal masuk begitu saja, melainkan dari sebuah ketidaksengajaan yang membawanya mempunyai hobi baru, prestasi, dan bisnis di bidang layang-layang yang mampu mewadahi darah seninya.
Agus Prasetyo Nugroho tidak sengaja tertarik dengan layang-layang. Itu berawal dari sang anak yang meminta layangan kepadanya, namun dia tidak mampu membelikan karena harganya mahal. Apalagi waktu itu, Pras, sapaan akrab pria ini, masih bekerja sebagai tukang becak. “Saya memutar otak agar bisa memenuhi kebutuhan anak, akhirnya layangan yang diinginkan anak saya ini saya buatkan sendiri,” kata warga Kelurahan Kutoanyar, Kecamatan Tulungagung tersebut.
Kisah selanjutnya, dia memajang layangan hasil buatannya untuk sang anak itu di depan rumah dan ternyata beberapa tetangga tertarik terhadap layangan yang dibuatnya. Singkat waktu terdapat beberapa pesanan layangan yang menyusul dan membuat usahanya tersebut dilirik. Melihat kesempatan itu, tak disia-siakan Pras untuk membuka usaha membuat layangan.
“Biaya bahan untuk membuat layang-layang itu murah, tetapi ketika dijual bisa mahal. Karena yang membuat mahal adalah seni yang ada di dalam layangan itu,” jelasnya.
“Dulu hanya membuat layangan berbentuk kelelawar, yang memang pada waktu itu layangan model tersebut paling digemari,” katanya.
Pada awal perjalanan, Pras menjajakan layangan yang dibuat di pinggir jalan di area Tulungagung. Dia berpindah-pindah tempat berjualan untuk mencari pembeli, selain itu juga karena sering mendapat usiran dari satpol PP karena dinilai dagangannya mengganggu sekitar.
”Pindah sana, pindah sini karena pada waktu itu sering ditertibkan satpol PP. Karena layangan yang saya dagangkan dikira seperti jemuran yang berjejer di tengah kota,” katanya sambil tertawa lepas.
Dia mengaku, pada awal memulai usaha ini, diakuinya masih kekurangan modal untuk mengembangkan lebih besar lagi usahanya. Padahal, masih awal memulai sudah terdapat pembeli yang menginginkan layangannya dalam jumlah besar dan dikirimkan ke luar kota, yaitu Kota Surabaya untuk kebutuhan layangan di sana.
Namun, hal itu terkendala karena Pras tidak ada modal untuk membuat pesanan sebanyak yang diinginkan pembelinya. “Karena memang tidak ada modal pada waktu itu, jadi adanya pesanan dari seseorang untuk dibawa ke Surabaya gagal. Namun karena kemurahan hati seseorang itu, dia memberi saya modal untuk membuat layangan dalam jumlah besar yang nantinya akan dibawa ke Surabaya. Kota Surabaya adalah kiriman layangan ke luar kota saya pertama kali,” katanya.
Dia mengatakan, kiriman itu seperti membuka jalan baginya untuk terus berkarya serta membuat jenis layangan yang lain dengan tingkat kreativitas yang lebih tinggi. Karena merasa senang dengan dunia layangan, pada tahun 2002 dia kali pertama mengikuti perlombaan atau festival layang-layang.