KOTA BLITAR – Meski kini tak lagi turun gelanggang sebagi atlet electronic sport (e-sport) profesional, Fajar Rofianto tetap berkecimpung di skema kompetitif game online. Yakni, sebagai pelatih. Membawa nama Kota Blitar dan Indonesia di kompetisi internasional tahun ini jadi tugas berat selanjutnya.
Raut muka Fajar tampak serius. Latihan game Apex Legend di salah satu warung internet (warnet) Jalan Sumatra sore itu harus betul-betul bisa dia lakoni dengan baik. Sebab, dia harus meracik strategi paling moncer bagi timnya yang sedang bersiap menghadapi kompetisi e-sport antarnegara. Tepatnya bulan depan. “29 April nanti kami mulai main di kompetisi Apex Legend Global Series. Tahun ini, kompetisi itu akan digelar di Kota Stockholm, Swedia,” ujar pria kelahiran 28 November 1997 itu.
Di sana, bungsu dari lima bersaudara itu akan bertugas memimpin satu tim berisi tiga pemain dari beberapa daerah di Indonesia. Tim itu nantinya bakal dihadapkan dengan 39 tim lain yang berasal dari berbagai negara. “Satu pemain saya dari Tangerang, ada yang dari Pekanbaru, dan satu lagi dari Palembang,” sebut Fajar.
Dia mengatakan, itu adalah kompetisi game Apex Legend yang paling bergengsi. Selain karena diikuti puluhan tim dari berbagai negara, prize pool alias total hadiah yang diperebutkan di kompetisi tersebut tak main-main. Yakni, USD 1 juta. “Atau setara Rp 14 miliar,” ucapnya.
Sebelum sampai di turnamen ALGS tahun ini, Fajar bersama timnya kudu melalui sejumlah tahapan kualifikasi. Dia mengaku beruntung bisa lolos dari fase penyisihan. Itu membuat timnya menjadi salah satu dari benua Asia yang dikirim ke Swedia bulan depan.
“Di kualifikasi itu ada ribuan tim yang dipertandingkan. Dari masing-masing benua diambil beberapa tim. Nah, kami masuk ke dalam top five dari benua Asia sehingga bisa lolos ke ALGS,” bebernya.
Tapi, jangan kira Fajar datang dengan latar belakang yang mulus-mulus saja. Impiannya sebagai atlet e-sport profesional sempat ditentang keluarga. Itu cerita kala Fajar masih duduk di bangku SMP. “Orang tua dan kakak dulu melarang. Karena, mereka berfikir bahwa game online itu hanya menghabiskan waktu dan tidak bisa menghasilkan apa pun,” ujar pria yang tinggal di Kelurahan/Kecamatan Kanigoro itu.
Tapi, anggapan itu perlahan memudar. Sebab, Fajar yang sedari dulu memang berjiwa kompetitif mulai banyak menjuarai turnamen game online. Itu terus berlanjut hingga dia banting setir menjadi seorang pelatih pada 2019 lalu. “Iya, karena saya juga pernah juara 1 turnamen Legion Master Asia dengan hadiah Rp 30 juta. Lalu, kembali juara 1 di turnamen Metaco Max Minor dengan hadiah Rp 6 juta,” kenangnya.
Turnamen ALGS bulan depan juga bakal jadi ajang pembuktian Fajar kepada orang tuanya. Lebih dari itu, dia berjanji akan berupaya semaksimal mungkin. Sebab, kali ini dia tidak hanya membawa nama Kota Patria, tapi juga nama Indonesia.
Sayang, rencana keberangakatnnya ke Swedia bulan depan menemui kendala soal paspor dan visa. Beruntung, pemerintah kota (pemkot) bersedia membantu dan memfasilitasi keberangkatan Fajar. “Iya, Pak Tjutjuk (Wakil Wali Kota Blitar, Red) menyampaikan siap membantu. Itu sebagai salah satu bentuk dukungan,” akunya. (*/c1/wen)