TULUNGAGUNG – Berawal dari kesukaannya di dunia seni pahat, membuat Kamirin kepincut menekuninya. Bahkan keseriusannya pernah diapresiasi oleh Istana Brunei Darussalam.
Siapa pun akan semangat beraktivitas jika cuaca cerah seperti kemarin. Hal itu pun juga dirasakan oleh Kamirin.
Ditemui di galerinya, pria yang berdomisili di Kelurahan Tertek, Kecamatan Tulungagung ini sedang membersihkan debu yang menempel di beberapa karya ukir kayunya. Sebab, karyanya akan dikirim ke pemesan.
Sembari menunjukkan beberapa buah karyanya, Kamirin bercerita usaha ukir kayu ini berawal dari materi keterampilan waktu dia duduk di bangku SMP. Saat itu, dia yang tertarik dengan hal berbau unik dan bernilai seni mencoba mempelajarinya. Hingga kemudian, dia mendapat dukungan dari gurunya yang menilai. Kamirin memiliki bakat di bidang seni memahat atau ukir tersebut.
“Awalnya sulit belajar. Tapi karena suka, jadi terasa tidak berat melalui kesulitan itu. Malah lebih semangat belajar,” jelas pria kelahiran desa Demuk, Kecamatan Pucanglaban ini.
Tak berhenti di situ, Kamirin mencoba mengembangkan keterampilan tersebut dengan memutuskan melanjutkan ke sekolah menengah industri kerajinan (SMIK). Di situ, dia mengambil jurusan ukir kayu sehingga mendapat banyak ilmu tentang ukir kayu. “Pendidikan itu sangat penting. Saya lebih tahu tentang apa itu ukir kayu setelah menempuh pendidikan ukir kayu ini, bahkan teknik dan motif ukir ini ternyata ada ilmu dan namanya sendiri,” jelasnya.
Setelah lulus SMIK, Kamirin mencoba mengembangkan usaha ukir kayu. Kemudian pada tahun 2000, dia diajak seseorang yang mengetahui bakatnya mengukir untuk menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) Brunei Darussalam. Kebetulan, agen tersebut mengarahkan ke salah satu perusahaan mebel yang menjadi pemenang tender pengerjaan di istana raja Brunei Darussalam. “Di situ, saya ditugaskan untuk mengukir semua yang dimenangkan perusahaan saya,” katanya.
Mengetahui hasil ukirannya yang rapi, pihak istana pun mengapresiasinya. Bahkan, jadi langganan untuk mengukir semua kebutuhan istana kala itu. Hingga akhirnya, setelah dua tahun bekerja, dia memutuskan untuk mengembangkan usaha ukir kayu melalui modal yang telah dikumpulkannya dengan kembali ke Tulungagung.
“Responsnya sangat baik. Mereka mungkin suka pekerjaan saya. Motif air molek kesukaannya, tapi saya kembangkan. Semisal bunga, kelopaknya saya beri ganjil. Karena saya hubungkan dengan Islam,” terangnya.
Kemudian 2006-2007, dia kembali diundang ke Brunei Darussalam hanya untuk mengukir di istana. Karena menurut Kamirin, jika istana punya gawe seperti pernikahan, maka akan mengganti semua ornamennya dengan yang baru baik itu dari sisi kursi, gapura atau lainnya.
“Kebetulan kalau tahun 2006-2007 itu saya tidak sendiri. Saya mengajak binaan saya untuk membantu saya di sana selama sebulan,” jelasnya.
Diakuinya ada ciri khas pada hasil ukirannya. Salah satunya terkait kerapian. Namun dari banyaknya motif, ukiran motif garis-garis yang paling disukainya. Itu diibaratkan hidupnya yang harus berjalan lurus. Bahkan motif ini dia tunjukkan pada pintu serta kursi rumahnya.
“Kalau ada tawaran ke Brunei lagi, mungkin saya pikir-pikir dulu. Karena saya disibukkan sebagai trainer. Menurut saya, ini lebih bermanfaat dan berkah,” kata bapak dua anak ini.
Sembari mengembangkan usaha mebel ukir sendiri, kini dia sering menggarap sejumlah pesanan seperti mimbar, gepyok dan lainnya. “Ada pula hiasan, tulisan NU ini, dan juga ukiran wajah dan lain-lain,” tandasnya. (*/c1/din)