KABUPATEN BLITAR – Permukiman dan benda-benda kuno sering ditemukan di sepanjang bantaran Sungai Brantas. Belum lama ini, warga Desa Selokajang, Mali menemukan struktur hunian lawas yang diduga dibangun pada abad ke-14 silam.
Suasana siang itu tidak begitu panas. Tak jauh dari perahu penyebarangan, tampak seorang pria mengenakan jaket sedang duduk santai di bawah pohon bambu. Dia tidak lain adalah Mali. Warga Desa Selokajang, Kecamatan Srengat, yang pekarang rumahnya kini digali karena ditemukan permukiman kuno.
“Awalnya, anak saya menemukan batu bata yang ukurannya tidak wajar,” ujar dia mengawali cerita penemuan artefak yang diduga pada masa Kererajaan Majapahit ini.
Lahan yang luasnya sekitar 10 meter tepat di belakang huniannya itu mulanya dipenuhi semak belukar. Namun, kini sudah bersih. Beberapa personel dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim kini melakukan ekskavasi di lokasi ini. Tampak terpal biru terpasang di bagian atas area tersebut. “Lahan itu memang kosong. Hanya ada pohon pisang dan pohon kelapa, lainnya ya semak-semak,” ucapnya sambil menujuk area ekskavasi.
Tak ada firasat, apalagi mimpi. Penemuan benda kuno itu terjadi begitu saja. Beberapa bulan lalu, putra semata wayang Mali hendak mengambil tanah dari lahan kosong belakang rumah. Tanah tersebut rencananya akan digunakan untuk membuat pagar pembatas kandang yang berisi dua ekor sapi miliknya. “Anak saya menggali di sebelah barat situ (sambil menunjuk), kemudian menemukan batu bata yang beda dengan batu bata saat ini,” ungkap pria yang suka dipanggil Bang Weng ini.
Penemuan pertama itu membuat heran putranya. Akhirnya, penggalian yang dilakukan semula bertujuan untuk membuat batasan kandang ternaknya berubah menjadi penggalian harta karun. Bak arkeolog, Bang Weng dan anaknya menggunakan perlatan seadaanya untuk melakukan penggalian harta karun tersebut.
Dia mengaku bahwa sebelumnya tidak punya firasat apa pun. Bahkan, jauh sebelum itu, ketika orang tuanya masih hidup pun tidak pernah menceritakan soal sejarah tanah yang diwariskan secara turun-temurun tersebut. Namun, pria itu sangat senang bisa menemukan tempat yang dahulu diduga sebuah permukiman pada abad ke-14.
Ada banyak pecahan gerabah yang unik dan tidak pernah ditemui pada zaman modern ini. “Setahu saya, ini hanya sebatas bangunan lama. Tetapi, semakin digali malah banyak temuan lainnya,” katanya.
Dia melanjutkan, beberapa hari kemudian berita menyebar. Akhirnya, tim dari BPCB Jatim mendatangi hunian Mali. Tujuannya untuk menelusuri area sekitar ditemukannya bangunan kuno di wilayah Selokajang tersebut. ”Ini masih dalam proses penggalian lagi. Tapi sementara masih berhenti, tidak tau kapan dilanjutkan lagi,” tandasnya.
Hasil penelusurannya dengan tim BPCB, di sekitar temuan itu terdapat bangunan yang diduga sumur zaman dahulu. Material berupa batu bata yang tersusun rapi membentuk lingkaran itu sama persis dengan yang ditemukan olehnya. “Tapi memang belum bisa dipastikan apakah itu sumur atau bangunan lain,” jelas dia sambil menunjukkan lokasi itu.
Saat ditanya tentang kompensasi yang diberikan oleh pihak BPCB, Mali mengaku belum merimanya. Bahkan, pengelolaan temuan itu nanti, katanya, belum dirumuskan. Sebab, proses penggalian masih panjang. “Saya manut (ngikut saja). Karena di sini saya tidak menuntut segera diselesaikan. Kami sekeluarga sama-sama mendukung temuan ini. Kalau kompensasi, masalah nanti itu,” beber pria berjaket itu.
Penemuan itu, harap Mali, ke depan akan menjadi temuan yang bernialai sejarah. Kemudain, seluruh masyarakat khususnya keluarganya harus mengetahui dan saling menceritakan agar tidak hilang ditelan zaman. ”Kalau memang ini peninggalan nenek moyang kita di zaman dahulu, jadi anak kita ya harus diceritani (diberitahu). Biar nanti saling menceritakan kelanjutannya pada anak cucu kita,” tandas pria itu. (*/c1/hai)