TRENGGALEK – Tren minum kopi saat ini memberi dampak positif bagi pelaku bisnis di berbagai daerah. Pasalnya, para penikmat kopi mampu memberikan peluang usaha yang menggiurkan, apalagi bagi yang mampu menangkap potensi pada kondisi pandemi Covid-19. Mungkin hal itulah yang disadari Susilowati untuk terus menggeluti bisnisnya sebagai produsen kopi rempah yang diberi nama Kopi Emprit.
Aktivitas membuat reyek (wadah ikan dari siratan bambu, Red) sudah tidak asing bagi warga Desa Jajar, Kecamatan Gandusari. Ya, aktivitas seperti itulah yang terlihat ketika Jawa Pos Radar Trenggalek berkunjung di salah satu rumah di desa tersebut. Namun siapa sangka, dalam rumah sederhana tersebut terlihat seorang wanita sedang sibuk dengan biji kopi.
Dia memperhatikan takaran pada mesin timbang digitalnya dengan saksama. Tangannya yang cekatan menuangkan bubuk kopi dalam wadah berbentuk reyek. “Coba dihirup aromanya, sebab kopi rempah di sini memiliki perbedaan pada umumnya. Dengan perpaduan racikan bahan yang saya buat, aroma rempah dan kopi masih sama-sama kuat,” ungkap Susilowati kepada Koran ini.
Itu terjadi lantaran biasanya ada yang menyuguhkan kopi rempah, namun campurannya cenderung lebih kuat sehingga sebagian orang menganggap yang disuguhkan bukan mengarah ke kopi melainkan ke jamu. Karena itu dalam pembuatan kopi tersebut, dirinya lebih menyeimbangkan antara kopi dan rempah. Serta tetap tidak meninggalkan unsur kopi agar tidak seperti minum jamu. “Saya juga suka kopi. Dengan minum kopi ini, manfaat yang dihasilkan akan lebih terasa,” katanya.
Sedangkan Susi, sapaan akrabnya, membuat produk tersebut berawal dari kebiasaan membantu sang nenek membuat kopi. Dari situlah dirinya bertanya-tanya terkait racikan yang ada dalam proses pembuatan tersebut. Ternyata itu merupakan racikan secara turun-temurun dari keluarga nenek moyangnya. Hal tersebut semakin membuat Susi tertarik, karena selain ingin melestarikan warisan leluhur, namun dampak yang dihasilkan sungguh terasa. Itu terlihat dari kondisi neneknya saat ini, usianya sudah memasuki kepala delapan namun masih segar-bugar dan sehat. Setiap hari selalu menjalankan aktivitas rutin seperti biasa.
Karena itu, Susi berpikir untuk membuat racikan sendiri dengan model resep tersebut. Setelah melakukan beberapa kali, akhirnya kopi racikannya jadi dan rasanya enak, juga layak dijual apalagi pada kondisi pandemi saat ini. Sebab, kopi rempah tersebut bisa menambah imunitas, stamina tubuh, dan yang menarik adalah aman untuk lambung. Tak ayal dengan kondisi tersebut, ketika dirinya pertama kali memasarkan ke para teman, banyak yang suka hingga mempromosikannya kepada orang lain. Dari situ, berkali-kali pesanan datang menghampirinya, hingga luar pulau seperti ke Kalimantan.
Namun dari sekian banyak pesanan tersebut, untuk saat ini Susi belum bisa memproduksi dalam jumlah banyak. Mengingat semua proses pembuatannya dilakukan secara tradisional. Itu terlihat dari cara memasak racikan kopi dan rempah tersebut, yaitu disangrai dengan wajan dari tanah liat. Sedangkan untuk pemanasannya tidak menggunakan kompor, melainkan tungku. Api berasal dari kayu bakar dengan kadar nyala kecil. “Jika saya mengubah alatnya seperti wajan dari aluminium atau api kompor dalam proses sangrai ini, pastinya akan memengaruhi rasanya. Makanya, cara tradisional dengan istilah menggoreng di tungku dan wajan kreweng tetap saya pertahankan,” jelas Susi.
Kendati demikian, dalam menjalankan usahanya tersebut, Susi tidak mau besar sendiri. Dia ikut meningkatkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) agar perekonomian meningkat. Dari situ, kemasan yang digunakan tidak berasal dari plastik seperti kopi pada umumnya, melainkan dari reyek. Dengan demikian, para pelaku UMKM reyek di sekitar tempat tinggalnya ikut merasakan dampak akan bisnis usaha kopinya.
Untuk harga, setiap kemasan kopi rempah buatannya dijual Rp 10 ribu. Itu karena kemasan reyek yang digunakan, sebab selain siratan lebih halus juga bahan baku yang digunakan lebih banyak. Sebab untuk satu kemasan, biasanya membutuhkan tiga reyek untuk jual ikan. “Saya gunakan reyek agar orang tidak menganggap reyek hanya untuk wadah ikan saja. Sedangkan untuk setiap adonan, biasanya saya menggunakan 2 kilogram (kg) biji kopi dengan campuran rempah-rempah yang biasa menghasilkan sekitar 60 kemasan,” jelas wanita 30 tahun ini.(*/c1/rka)