TRENGGALEK – Kendati melakukan persiapan dengan anggaran minim dan hasil tidak sesuai harapan, tapi atlet Kontingen Trenggalek mampu berprestasi pada Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) VII Jawa Timur (Jatim) 2022. Itu seperti yang dilakukan oleh Tigris Ardita Kurneus, yang berhasil meraih dua medali yaitu emas dan perunggu pada cabang olahraga (cabor) ekshibisi gantole.
“Cabor gantole mulai lebih awal, makanya lebih dahulu selesai dan Sabtu (25/6) malam lalu saya sudah sampai rumah,” ungkap Tigris Ardita Kurneus ketika ditemui Jawa Pos Radar Trenggalek.
Benar saja, karena pulang lebih awal, siswa SMAN 2 Trenggalek ini bisa kembali berkumpul dengan teman-temannya untuk menyusun kegiatan luar jam pelajaran ketika libur semester genap. Bahkan, dia lebih serius mengobrolkan suatu agenda dengan teman-temannya. Kendati demikian, hal tersebut tidak membuatnya lupa untuk terus berlatih gantole demi meningkatkan kemampuannya.
Itu benar saja, kendati saat ini cabor tersebut tidak masuk perhitungan perolehan medali, tapi prestasinya tersebut membuka lebar peluangnya menjadi atlet profesional. Apalagi, saat ini mayoritas atlet gantole Jatim tergolong sudah tua sehingga peluang untuk menggantikan para atlet senior terbuka lebar dengan prestasi tersebut. “Kendati tidak masuk perhitungan medali, tapi apa yang dilakukan tetap membawa nama Trenggalek. Makanya, saya sekuat tenaga berjuang untuk menorehkan prestasi terbaik,” kata pemuda yang akrab disapa Tigris ini.
Apalagi, dirinya terhitung sebagai pemula dalam hal salah satu olahraga udara tersebut. Sebab, dia baru melakukan latihan sekitar empat bulan lalu, ketika ada pengurus Federasi Aero Sport Indonesia (Fasi) Provinsi Jatim melakukan sosialisasi untuk mencari bibit atlet. Merasa tertarik, dirinya bergabung dan melakukan diklat pertama di Jember. Ternyata hal tersebut membuatnya keranjingan, hingga terus melakukan latihan agar bisa menguasainya.
Untuk lokasi latihan sendiri, berada di Bandara Notohadinegoro, Jember sehingga setiap seminggu sekali dirinya harus pergi ke luar kota untuk melakukan latihan. Sebab, selain minimnya tempat latihan, peralatan yang digunakan juga sangat minim. Belum lagi mahalnya perlengkapan yang digunakan. Sebab, satu set perlengkapan gantole seperti pesawat hingga atribut keselamatan, harganya bisa mencapai Rp 150 juta lebih. Dari situ, untuk proses latihan, dirinya menggunakan perlengkapan dari pengurus provinsi secara bergantian. “Biasanya ketika latihan itu saya berangkat dari sini (Trenggalek, Red) Jumat sore sepulang sekolah dan balik pada Minggu sore,” tutur pemuda asal Desa Bendoagung, Kecamatan Kampak ini.
Dengan cara itu, praktis latihan yang dilakukan tidak mengganggu jadwalnya di sekolah. Sebab dengan sistem pembelajaran lima hari, berarti setiap Sabtu dan Minggu, dia libur sekolah. Dari situ, tugas-tugas sekolah dikerjakan di waktu lain ketika tidak ada latihan.
Dengan terus melakukan latihan tersebut, akhirnya dia mantap untuk mengikuti porprov. Tak ayal, dengan jerih payah tersebut, dia berhasil mendapatkan dua medali yaitu emas pada kelas B ketepatan mendarat dan perunggu pada kelas B sambar pita. “Kendati terus berlatih, saya tetap masih takut ketinggian. Makanya untuk mengusir rasa takut itu, setiap kali terbang, saya tidak pernah memandang bawah dan fokus pada titik tujuan,” jelas pemuda 16 tahun ini.(*/c1/rka)