KABUPATEN BLITAR – Insan berjiwa bisnis tentu memiliki segudang cerita inspiratif, terlebih upaya dalam menerjang pandemi. Tak terkecuali Yohana Tri Yuliati. Pasalnya, ibu dua anak itu sempat dipaksa kerja keras lantaran tempat wisata miliknya terdampak pagebluk dan tutup selama dua tahun. Berkat kekuatan mental, dirinya mampu keluar dari tekanan dan kini ekonomi pariwisata mulai tertata.
Gempuran pandemi Covid-19 memang sempat mengejutkan banyak pihak. Tak terkecuali bagi Yohana. Bagaimana tidak, baru 2019 lalu usaha tempat wisata miliknya dibuka, justru harus vakum hingga lebih dari tujuh bulan lamanya. Aturan tersebut menjadi kebijakan pemerintah untuk mengantisipasi sebaran kasus.
Kendati sebelumnya pemerintah sudah menerapkan penutupan tempat wisata sementara waktu, tapi beragam keluhan mulai datang. Misalnya, Yohana sempat dibuat kelimpungan saat hendak memberi gaji karyawan yang notabene berjumlah lebih dari 15 orang. Sebab, jumlah pengunjung yang anjlok berpengaruh terhadap pendapatannya.
“Kami sempat demo ke pemerintah. Minta agar diberi pelonggaran. Dulu kan sistemmya masih PSBB. Pengunjung sangat sedikit dan cuma orang (Blitar, Red) sini,” ungkap Yohana, kemarin (8/5).
Menyelami pahitnya gelombang pandemi, Yohana tak patah arang. Dia tetap meyakini badai pasti berlalu. Meski dampak dirasakan banyak pihak, Yohana mengaku tak gentar. Kesedihan lantaran pemasukan yang sempat menurun berusaha dia hapus.
Dia bercerita, demi menyambung hidup Yohana memanfaatkan sisa tabungan. Namun, dia sadar jumlahnya semakin hari kian berkurang. Kendati begitu, dia masih memacu rasa optimis, berdoa kepada Sang Pencipta agar memberikan titik terang.
“Saya cuma percaya, misal tabungan habis, saya masih punya Tuhan. Akhirnya benar. Saat tabungan menipis, Tuhan selalu menitipkan rezeki,” jelasnya.
Sementara itu, lanjut Yohana, dia sempat lama menunggu kebijakan pemerintah soal aktivitas pariwisata. Lantaran lama, perempuan berusia 44 tahun itu akhirnya banting setir ke bisnis suvenir yang sebelumnya sudah dia jalankan. Namun, ekspektasi tak semanis realita. Dia harus getol promosi dari nol, memanfaatkan kecanggihan teknologi media sosial.
Sejatinya, hasil usaha berjualan suvenir itu untuk membantu biaya operasional tempat wisata miliknya. Kata Yohana, demi kelangsungan tempat wisata yang dia kelola, dirinya nekat meminjam uang di bank. Jumlahnya pun tidak sedikit, yakni Rp 110 juta. Tetapi, perempuan ramah itu tak menyangka, hasil berbisnis suvenir justru berkontribusi melunasi utangnya.
“Sebenarnya selain wisata, saya punya kafe, usaha suvenir, dan wedding organizer. Semuanya terdampak. Yang suvenir, kami alihkan ke online. Sampai sekarang akhirnya terus jalan,” terang perempuan asli Bumi Bung Karno itu.
Sepanjang awal tahun ini, Yohana mengaku situasi pandemi mulai turun. Tak separah dua tahun lalu. Sejumlah upaya memperbaiki wahana bermain dia lakukan bersama sang suami. Seperti peremajaan fasilitas bermain serta fokus promosi di media sosial.
Sementara disinggung soal minat pengunjung saat momen Lebaran, dia mengaku jumlahnya lebih banyak daripada tahun lalu. Walaupun begitu, ada sisi positif yang dia dapat pada Lebaran tahun ini. Dirinya merasa, ekonomi semakin tertata. Ini seolah menjadi sinyal bahwa eksistensi pariwisata di Bumi Penataran kembali moncer.
“Saya merasa ada berkah dan pembelajaran menjadi kuat. Apalagi, sekarang mulai banyak yang reservasi tempat wisata kami. Semoga situasi kasus korona terus menurun sehingga kondisi ekonomi bisa stabil,” tandasnya. (*/c1/wen)