TRENGGALEK – Selain keripik tempe, alen-alen, dan manco, mungkin bakpia bisa menjadi jajanan khas di Trenggalek. Pasalnya, berbagai produsen bakpia ada di Trenggalek dengan berbagai ciri khasnya sendiri. Salah satunya seperti yang digeluti Yosef Sasongko dan sang istri.
Kesibukan akan aktivitas warga dalam menyambut Lebaran Idul Adha terlihat ketika Jawa Pos Radar Trenggalek berkunjung di Desa Sambirejo, Kecamatan Trenggalek. Itu dilakukan karena masyarakat setempat melaksanakan tradisi dalam merayakan lebar yang juga dikenal dengan Lebaran kurban tersebut tiap tahunnya. Mereka terlihat melakukan aktivitas di musala atau masjid yang menjadi lokasi berkurban.
Selain itu, kesibukan juga dilakukan oleh para produsen bakpia di desa tersebut. Karena kini banyak pesanan untuk berbagai kegiatan yang biasanya dilakukan masyarakat saat ini. ”Ini bisa dibilang musim nikah, makanya banyak masyarakat yang memasak bakpia ini sebagai pelengkap oleh-oleh untuk tamu,” ungkap Yosef Sasongko, pemilik usaha tersebut.
Biasanya, ketika ada pesanan, dirinya sekira melihat apakah mampu untuk membuatnya atau tidak. Daripada mengecewakan pelanggan, lebih baik tidak menerima seluruhnya. Itu dilakukan karena keterbatasan peralatan yang dimiliki. Sebab, dengan peralatan yang ada dan dibantu oleh puluhan karyawannya yang diambil dari masyarakat terdekat, rata-rata tiap hari dirinya mampu memproduksi sekitar 800 kotak bakpia, dengan isi delapan bakpia tiap kotaknya. Selain itu, dirinya juga tidak mau terlalu memforsir energi karyawannya. “Jika diforsir pasti proses pengerjaanya nanti tidak sesuai harapan. Makanya, itu juga kami lakukan untuk menjaga kualitas,” katanya.
Sementara itu, usahanya tersebut telah dirintis sekitar dua tahun silam. Saat itu dirinya kebingungan untuk membuka usaha yang cocok di Trenggalek. Karena itu, dirinya bersama sang istri coba-coba dengan membuka usaha bakpia yang sebelumnya telah dipelajari. Namun, untuk membuat perbedaan dengan produk bakpia yang lain atau agar memiliki ciri khas, selain bahan baku yang digunakan berkualitas, juga dengan menambahkan aneka rasa pada bakpia tersebut. Dari situ, rasa yang ada bukan sekedar kacang hijau seperti bakpia pada umumnya. Namun, ada tambahan rasa lain semisal pisang coklat, tape, dan sebagainya.
Dengan sisa pengetahuan yang ada, dirinya mulai membuat bakpia. Setelah itu, bakpia buatannya langsung dibagikan kepada beberapa tetangganya. Gayung pun bersambut, ternyata para tetangganya menyukai bakpia buatannya dan mulai memesan. “Alhamdulillah saat itu mereka suka. Beberapa di antaranya menyarankan saya untuk tetap memproduksinya,” ujar Yosef.
Setelah itu, dirinya telah memproduksi bakpia tersebut sesuai pesanan. Serta menjalankannya di beberapa lokasi, seperti pasar tradisional dan para tetangga. Sedikit demi sedikit pesanan bertambah, hingga dirinya kewalahan untuk menyanggupinya. Karena itu, satu tahun terakhir ini sudah ada puluhan karyawan yang membantu proses pembuatan bakpia. Guna mempermudah pengerjaan, setiap karyawan memiliki tugas yang berbeda, seperti membuat adonan, membuat kulit pia, isian, hingga memanggang dalam oven serta membungkusnya.
Dengan terus berkembangnya usaha bakpia tersebut, dirinya kini mencoba memakai varian rasa baru, yaitu ketela ungu dan kelapa manis. Rasa itu dipilih karena terbuat dari hasil alam Trenggalek yang mudah ditemui. Bakpia tersebut dibanderol dengan harga yang bervariasi setiap kotaknya. Yaitu antara Rp 6 ribu hingga Rp 16 ribu untuk setiap kotak, tergantung jumlah isian dan varian rasa. ”Setidaknya, selain menguntungkan, dengan mendirikan usaha pembuatan bakpia ini saya juga bisa membuka mata pencaharian untuk masyarakat,” jelas suami dari Dian Sari ini. (*/c1/rka)