KOTA BLITAR – Kecintaannya pada dunia make-up tak membuat Yulia Fitriani Rahayu lupa kewajibannya sebagai seorang tenaga pendidik. Meski begitu, Yulia mengaku tak mudah melakoni dua pekerjaan sekaligus dalam satu waktu.
Jarum jam menunjukkan pukul 16.00 WIB. Berbagai peralatan make-up berjajar di sudut studio make-up artist (MUA) di Kelurahan Jongglong, Kecamatan Sutojayan itu. Wajah Yulia tampak serius. Tangan kirinya memegang wadah berisi bedak, sedangkan tangan kanannya memoleskan blush on ke pipi wanita berparas ayu yang ada di hadapannya.
Rupanya, Yulia sedang proses make-up kepada salah seorang klien sore kemarin (2/6). Beberapa waktu kemudian, proses pemolesan rampung. Satu per satu peralatan make-up kembali dia kemas ke dalam satu kotak khusus berwana hitam. Lantas, wanita berjilbab ini menyempatkan waktu untuk berbincang dengan Jawa Pos Radar Blitar.
“Awalnya, saya tidak pernah berpikir terjun di dunia ini (MUA, Red). Karena dulu saya kuliah di jurusan seni rupa,” ujar alumnus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) itu.
Memang, ketertarikannya pada MUA itu bisa dibilang terjadi secara insidental. Sebab, sering diminta untuk “memoles” rekan setiap ada kegiatan kampus. Nah, itu membuat wanita kelahiran 12 Juli ini memutuskan mengikuti kursus MUA sembari tetap berupaya merampungkan tugas akhirnya di perguruan tinggi. “Kira-kira pada 2016, saya diajak teman untuk membuka MUA. Lalu, saya mulai berani pasang tarif,” kenangnya.
Begitu lulus kuliah 2017 lalu, dia dan suami mulai berani mencari pasar di wilayah Blitar. Namun kala itu teknik pemasaran yang dipakai sebatas mulut ke mulut. Seiring berjalannya waktu, usaha MUA yang dia geluti mulai banyak dikenal orang. Meski merasa cukup dengan apa yang dia dapat, Yulia tetap merasa punya tanggung jawab moral. Yakni, untuk menjadi sebagai seorang guru.
“Karena kalau punya ilmu harus diamalkan. Jadi, saya berpikir untuk menjadi guru setelah lulus kuliah dan kembali ke Blitar,” kata ibu satu anak ini.
Gayung tersambut. Salah satu lembaga madrasah di Kabupaten Blitar membuka pendaftaran guru seni rupa pada 2018 lalu. Kesempatan ini tak disia-siakan Yulia. Usai melakoni serangkaian proses pendaftaran, Yulia dinyatakan lulus sehingga diizinkan menjadi guru untuk mata pelajaran (mapel) seni rupa. “Sebetulnya, ada dua lowongan. Yaitu, di lembaga MTsN dan MAN. Akhirnya saya mendaftar dan diterima di MAN,” lanjut wanita 27 tahun ini.
Itu berarti, Yuli punya dua pekerjaan sekaligus. Yakni, sebagai seorang MUA dan guru. Jelas hal ini sangat menyita waktu. Terlebih, dia juga mengaku jika MUA adalah jenis pekerjaan yang tidak mengenal waktu. Sebab, klien bisa datang kapan saja. Beruntung pihak sekolah memberikan kelonggaran.
“Walaupun saya guru honorer, tapi tetap terkendala dengan waktu. Apalagi jika ada pekerjaan untuk merias dan mengajar di waktu yang sama. Tapi, pihak sekolah memberi saya izin untuk merias setelah jam mengajar saya usai,” bebernya.
Tak merasa sebagai beban, dia justru menilai hal ini adalah kesempatan baginya berbagi banyak hal dengan anak didiknya di sekolah. Sebab, banyak pengalaman menarik di luar kehidupannya sebagai seorang guru yang bisa dia bagikan kepada muridnya. Rupanya, hal ini jadi salah satu trik agar para murid tetap bisa mengikuti pelajaran dengan antusias.
“Anak-anak (siswa, Red) itu cepat bosan kalau saya mengajar teori. Jadi, saya selingi cerita tentang bagaimana dunia kerja di luar lembaga pendidikan. Mereka justru sangat antusias. Saya juga senang karena bisa membuka wawasan bagi mereka,” jelas Yulia lantas terkekeh.
Beruntung kegiatannya itu mendapat dukungan penuh dari keluarga. Terlebih, usaha dia geluti bersama suami kini semakin berkembang. Bukan hanya studio MUA, melainkan juga studio fotografi. Jadi, dia tidak merasa terbebani dalam melakoni usaha dan pekerjaan sebagai tenaga pendidik. “Karena studio kami menerima MUA berbagai kategori, foto wisuda, wedding, prewedding, keluarga, hingga foto grup. Justru suami semakin mendukung dan ini bukan suatu beban,” tandasnya. (*/c1/wen)