KABUPATEN BLITAR – Retakan akibat fenomena tanah gerak di Desa Kebonsari, Kecamatan Kademangan kian parah. Tak pelak, enam kepala keluarga (KK) terdampak di RT 4 RW 1 harus mengungsi. Mereka tinggal di rumah kerabat ataupun keluarga dekat karena hunian sementara (huntara) belum tersedia.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar Ivong Bertyanto menyatakan sudah menghadirkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk melakukan kajian. Hasilnya, sejumlah hunian terdampak tanah gerak tidak bisa ditempati dan warga harus segera direlokasi. “Sekarang rumah-rumah terdampak tanah gerak sudah dikosongkan,” ujarnya.
Sebelumnya, warga terdampak masih menempati hunian mereka. Hanya saat hujan dengan intensitas tinggi, mereka akan mengungsi ke rumah kerabat ataupun fasilitas umum terdekat. Kini setelah kondisi kian membahayakan, mereka praktis meninggalkan rumah masing-masing. “Kini mereka tinggal di penampungan sementara, ada yang di rumah warga, ada juga yang tinggal di TK (fasilitas umum, Red) terdekat,” katanya.
Ivong melanjutkan, secara teknis mitigasi kebencanaan sudah dilakukan. Adapun terkait tindak lanjut relokasi ataupun penyediaan hunian sementara itu menjadi domain dinas lain. Kendati begitu, pihaknya tidak lepas tangan. “Saat ini kami ke Jakarta. Kirim surat ke Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR mengupayakan support untuk penanganan fenomena. Kan tidak hanya warga saja, tapi juga jalan terdampak tanah gerak,” jelasnya.
Rencananya, pemerintah akan mengupayakan huntara bagi warga terdampak. Kawasan hutan digadang-gadang menjadi area untuk penyediaan huntara tersebut. Sayangnya, terkait penyedian fasilitas bagi warga terdampak ini Ivong belum bisa memastikan kapan dilakukan. Selain karena persoalan anggaran, juga di luar kewenangan BPBD.
Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPKP) Kabupaten Blitar Adi Andaka membenarkan, sejumlah warga sudah meninggalkan rumah masing-masing. Pihaknya mengaku terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengupayakan langkah terbaik bagi warga terdampak tanah gerak. “Kami terus komunikasi dengan kepala desa setempat terkait kondisi terkini warga terdampak,” ujarnya.
Ditanya rencana relokasi warga terdampak, Adi mengaku penyediaan sarana relokasi atau huntara bagi warga terdampak tidak gampang. Untuk memanfaatkan kawasan hutan dirasa tidak cukup diselesaikan di tataran daerah. Artinya, pemerintah daerah juga harus koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). “Meski tidak separah bencana erupsi Semeru, Lumajang, tapi kalau memanfaatkan kawasan hutan juga harus ada izin dari pusat,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, ada enam kepala keluarga di RT 4 RW 1 Desa Kebonsari, Kecamatan Kademangan, terdampak bencana tanah gerak. Setidaknya sebuah bangunan terpaksa dirobohkan karena dinilai membahayakan penghuninya. Beberapa bangunan lain hanya retak pada struktur utamanya karena pergeseran tanah. Beberapa waktu lalu, PVMBG datang ke lokasi dan melakukan kajian. Mereka mengeluarkan rekomendasi agar warga segera direlokasi karena hunian di area tedampak ini tidak layak ditinggali. (hai/c1/wen)