TULUNGAGUNG- Usaha pertambangan di Tulungagung dikuasai oleh delapan badan usaha yang mengantongi izin usaha pertambangan. Satu badan usaha paling banyak memiliki 19,62 hektare (ha) wilayah yang diizinkan untuk eksploitasi.
Kabag Perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) Setda Tulungagung Adi Prasetya menyebut, pada pemetaan izin usaha pertambangan di Tulungagung per Juli 2022 terdapat delapan badan usaha yang memang mengantongi izin usaha pertambangan. Dari delapan badan usaha tersebut, yang menjadi sektor jenis usaha adalah batu marmer, batu kapur, sirtu (pasir dan batu), batu gamping, mineral batuan, andesit, sampai tanah uruk.
“Itu yang didata kami. Delapan perusahaan tersebut memegang izin usaha pertambangan di Tulungagung dan kondisinya masih aktif melakukan operasional produksi,” katanya.
Diketahui, delapan badan usaha tersebut memiliki luasan wilayah yang bisa dieksploitasi berbeda-beda. Mulai dari 19,62 ha yang tertinggi sampai 2,46 ha untuk yang terendah. Perbedaaan luasan wilayah yang dieksploitasi tersebut didasarkan pada permohonan perizinan dari pihak pengembang. Tersebar di enam Kecamatan mulai dari Kecamatan Besuki, Bandung, Ngantru, Pagerwojo, Rejotangan, dan Kauman.
“Terdapat aturan tersendiri mengenai penentuan luas wilayah eksploitasi tersebut,” jelas Yayak, sapaan akrab Adi Prasetya.
Di luar delapan badan usaha pemegang izin usaha pertambangan tersebut, juga masih dimungkinkan bertambahnya jumlah penambang yang dilakukan oleh masyarakat. Syaratnya adalah ketika ada perjanjian tersendiri dengan delapan badan usaha pemilik izin usaha pertambangan tersebut. Guna melakukan pertambangan di wilayah eksploitasi yang telah ditetapkan dan tidak boleh keluar dari kawasan tersebut.
Dia melanjutkan, namun kini perkembangan perizinan pertambangan itu seperti apa masih belum diketahui. Itu dikarenakan kini perizinan pertambangan sudah dikelola oleh pemerintah pusat. Serta melalui Perpres 55 Tahun 2022, pemerintah pusat sudah mendelegasikan perizinan tambang ke pemerintah provinsi.
Hal itu karena kini perizinan pertambangan mineral dan batu bara adalah badan koordinasi penanaman modal pusat, sedangkan kelemahannya adalah daerah tidak bisa memantau dari awal. Padahal, apabila perizinan melibatkan daerah, maka akan dikaji terlebih dahulu titik-titik mana yang memiliki potensi dilakukan penambangan, siapa saja yang mengajukan, sampai dampaknya seperti apa.
Dia menambahkan, dari delapan pengusaha tambang di Tulungagung tersebut, setidaknya pemkab kebagian untung dengan kontribusi masing-masing terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Tulungagung.
Sementara dari data yang dihimpun Koran ini, PAD yang didapatkan Pemkab Tulungagung dari pajak mineral bukan logam dan batuan (minerba) pada semester pertama tahun 2022 ini adalah sekitar Rp 98 juta dari target anggaran Rp 230 juta atau terealisasi 43,04 persen.
Sekadar diketahui, pajak minerba terdiri dari batu kapur, batu apung, felspar, dan granit atau andesit. (mg1/c1/din)