KEDUNGWARU, Radar Tulungagung – Kabupaten Tulungagung menjadi salah satu daerah yang kaya akan peninggalan sejarah Islam. Salah satu wilayah dengan bukti sejarah otentik bertempat di Desa Tawangsari, Kecamatan Kedungwaru.
Tampak bangunan berusia ratusan tahun berjejer dan masih kukuh. Bangunan-bangunan tersebut merupakan peninggalan Kiai Abu Mansur, tokoh pahlawan yang menyebarkan syariat Islam dan nasionalisme yang tinggi.
Di antaranya masjid, makam kerabat Kiai Abu Mansur, dan pendapa desa yang kini ditinggali keturunannya. Peninggalan tersebut merupakan amanat yang diutus oleh Sultan Hamengkubuwono I dan Keraton Surakarta melalui surat keputusan atau biasa disebut layangan kekancingan.
“Dalam surat itu bertuliskan bahwa Kiai Abu Mansur mendapat utusan untuk melestarikan desa perdikan,” kata salah satu keturunan Abu Mansur, Hj Siti Fatimah.
Dia menambahkan, salah satu desa perdikan yang dilestarikan yakni Desa Tawangsari. Hal ini terbukti dari beragam peninggalan yang kekhasan Islam Jawa serta surat utusan yang ada di desa tersebut.
“Wilayah perdikan dulunya ada tiga desa. Yakni Desa Winong, Desa Majan, dan desa sini (Desa Tawangsari, Red). Namun, wilayah utama dan bukti sejarah berada di sini,” ungkapnya.
Berdasarkan data yang dihimpun Radartulungagung.co.id, jasa-jasa yang dilakukan Kiai Abu Mansur terhadap Kadipaten Ngrowo antara lain menyebarkan dakwah dan mendirikan pondok pesantren di desa tersebut, mengajarkan ilmu bela diri kepada warga sekitar, hingga menanamkan jiwa nasionalisme untuk melawan penjajahan Belanda kala itu.
Mohammad Kepala Desa (Kades) Tawang sari, Khakul Yakin mengatakan, berdasarkan buku “Babat Sejarah Tulungagung”, Abu Mansur juga berjasa dalam mengatasi bencana banjir di Kadipaten Ngrowo dan membantu pembangunan alun-alun.
Kendati jasa-jasa Kiai Abu Mansur patut dikenang oleh seluruh generasi di Tulungagung, nyatanya dirinya tidak ingin dikenal bak pahlawan oleh masyarakat Kota Marmer.
“Tidak ada yang tahu makamnya hingga kini,” tutur Khakul Yakin. (zul/dfs)