TULUNGAGUNG – Pekerja konstruksi menyoal penunjukkan langsung penggunaan pinjaman daerah untuk pembangunan rumah sakit umum daerah (RSUD) dr Soedomo tak memenuhi peraturan yang ada.
Dewan Pimpinan Pusat Kesatuan Pengawasan Korupsi (DPP KPK) RI Muktiharsaya menjelaskan, mekanisme penunjukkan langsung dalam paket konstruksi, meliputi adanya surat Keputusan Bupati tentang penetapan kondisi darurat. Namun, penunjukkan langsung PT Pembangunan Perumahan (PP) (Persero) tbk sebagai pelaksana proyek tidak punya dasar hukum yang tepat.
“Penanganan keadaan darurat dapat dilakukan dengan penggunaan konstruksi permanen, dalam penyerahan pekerjaan permanen masih dalam kurun waktu keadaan darurat, sesuai dengan Peraturan Presiden 6/2018 Pasal 59,” ungkapnya pada Rabu (23/2). Lebih lanjut, mekanisme penunjukan langsung penyedia jasa juga dapat dilakukan dengan kriteria maksimal Rp 200 juta.
Melalui skema tersebut, kata Mukti, ada hal yang seolah ditutup-tutupi dalam proyek infrastruktur yang menelan kurang dari Rp 150 Miliar itu. Idealnya, nominal yang begitu besar, paket pekerjaan seharusnya dengan lelang terbuka. Apabila menandakan kondisi darurat Covid-19, starting pekerjaan konstruksi sekitar Oktober 2021 itu, situasi pandemi sudah membaik.
Sementara proses lelang tidak lama. Rata-rata proses itu memakan waktu sampai sebulan. Kurun waktu itu, proses pengumuman pengumuman pemenang lelang hingga tanda tangan kontrak sudah bisa dilakukan. “Ini perlu penjelasan ke publik. Kesannya, dipaksakan. Toh, di Trenggalek sudah punya RS. Tiap tahun, dianggarkan untuk renovasi,” ungkapnya.
Senada diungkapkan Ketua Gabungan Pekerja Konstruksi (Gabpeksi) Kabupaten Trenggalek Bambang Wahyudi. Menurutnya, dana pinjaman untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN) itu sudah masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Artinya, penggunaan anggaran itu harusnya melalui lelang konstruksi, seperti halnya daerah-daerah lain yang mengajukan pinjaman daerah yang sama.
Selain itu, tipikal bencana Covid-19 berbeda dengan bencana alam lainnya. Meskipun status kedaruratan Covid-19 masih melekat secara Nasional, pelaksanaan pekerjaan sekitar Oktober lalu tingkat kasus Covid-19 terindikasi sudah melandai. “Pembangunan RSUD kalau dilihat dari fisiknya, itu bangunan 100 persen jadi, bukan bangunan darurat. Tidak punya unsur kedaruratan,” ungkapnya.
Adapun pelaksanaan pekerjaan cuma mendasarkan dari nota kesepakatan antara Bupati Trenggalek dan unsur pimpinan DPRD Nomor 903/2061/406.028/2021; Nomor 903/1409/406.007/2021 bersamaan dengan KUA PPAS. “Ini perda APBD belum diundangkan, cuma berdasarkan nota kesepakatan,” ucapnya.
Tak cukup itu, rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pola pembiayaan tahun jamak untuk RSUD pun belum selesai. “Dan saya yakin itu tak dibahas lagi. Dan, itu konyol kalau dibahas. Itu berpotensi pelanggaran hukum,” tegasnya.