KABUPATEN BLITAR – Hujan deras yang mengguyur kawasan Bumi Penataran, membawa dampak buruk bagi SMP Negeri 1 Doko. Senin (2/10) lalu, salah satu atap ruang kelas roboh. Pembelajaran dialihkan ke ruang ping pong, namun siswa mengaku sulit konsentrasi. Kondisi yang sama mereka rasakan saat kembali dialihkan ke Ruang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Pagi itu, awan mendung menggelayut, pertanda akan turun hujan. Tepat pukul 07.00, bel masuk menggema di berbagai sudut sekolah, membuat siswa memacu langkah menuju kelas. Sesekali lalu lalang penuntut ilmu itu memeriksa kelengkapan alat tulis dan buku di tas. Berharap tak ada yang tertinggal, pembelajaran pun bergulir sesuai ekspektasi.
Namun realitas berkata lain. Sebanyak 32 siswa dari Kelas IX E SMP Negeri 1 Doko untuk sementara harus belajar di ruang darurat. Pasalnya, kelas yang belum genap dihuni setahun itu, ambruk lantaran diterpa hujan. Ruang TIK lantas jadi pelarian sementara, sembari menunggu pemangku kebijakan melakukan perbaikan ruang kelas.
Ruang yang kini ditempati siswa itu sebenarnya lebih layak ketimbang kelas darurat sebelumnya, yakni ruang ping pong yang ukurannya sempit. Ini membuat siswa saling desak demi menatap papan tulis. Belum lagi saat siswa kelas lain wara-wiri, dan kerasnya suara air hujan yang mengenai kanopi. Efektivitas belajar seolah raib.
“Hampir seminggu di ruang ping pong. Agak sedih, juga keganggu karena banyak yang lewat. Banyak yang wira-wiri,” ujar salah seorang Novi Riwayati Ningsih, siswa di kelas itu.
Pelajar yang akrap disapa Novi itu mengakui, siswa sekelas tak bisa berkonsentrasi saat hujan. Suara benturan air di permukaan kanopi membuat suasana belajar semrawut. Guru pun, lanjut dia, tak bisa leluasa menerangkan materi. Bahkan sesekali guru lebih memilih diam atau beranjak dari kelas saat hujan.
“Terus airnya juga masuk. Suara guru juga tidak terdengar. Kalau hujan kadang guru pergi karena percuma nggak dengar. Padahal mau ujian,” jelas siswi berhijab itu.
Gambaran itu menjadi kesan selama sepekan menempati kelas darurat ruang ping pong. Sejak kemarin (10/10), puluhan pelajar itu mulai menempati ruang TIK. Kondisinya jauh lebih layak. Dinding layaknya ruang kelas, dan minim kegaduhan dari siswa kelas lain, pun saat hujan.
Pemindahan itu, lantaran pertimbangan pihak sekolah agar siswa belajar di tempat yang lebih memadai. Sebelumnya, siswa juga sempat mengeluh tak bisa fokus di ruang ping pong. Sempit menjadi salah satu pemicunya. Sayang, meski sudah menempati ruangan baru, persoalan siswa belum tuntas.
“Suasana di ruang TIK lebih nyaman, tidak terganggu. Tapi kalau di TIK susahnya karena banyak komputer, jadi susah lihat guru,” ungkap siswa ramah itu.
Dia meminta sekolah terus mengupayakan perbaikan agar pembelajaran dapat bergulir seperti sebelum insiden. Atap-atap kembali dilakukan peremajaan, genteng pun diganti yang baru. “Harapannya ya lekas diperbaiki, lalu segera pindah ke kelas itu. Karena lebih nyaman yang dulu,” tambahnya.
Kondisi ini turut memancing perhatian seorang wali siswa, Sihati. Dia mengaku prihatin lantaran anaknya turut terimbas dan perlu tenaga ekstra untuk konsentrasi di kelas darurat. Sekolah seyogyanya melakukan antisipasi peremajaan sebelum kelas roboh. Sehingga, pembelajaran di kelas darurat itu dapat diminimalisir.
“Dari pihak sekolah sudah dibilangi kelas mau roboh tapi kok ndak diperbaiki. Anak-anak awalnya sudah bilang, plapon mau jatuh. Semoga cepat diperbaiki, direnovasi,” tandasnya.
Perlu diketahui, Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Blitar memastikan bahwa rehabilitasi bangunan kelas itu baru bisa dilakukan awal tahun depan. Itu untuk memaksimalkan anggaran guna perbaikan bisa optimal. Sementara pihak sekolah terus menunggu peremajaan bangunan kelas yang roboh itu. (*/wen)