KABUPATEN BLITAR – Pengunjung dan pelaku usaha di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kanigoro masih bisa sedikit santai. Setidaknya tidak harus membayar retribusi atas pemanfaatan fasilitas milik daerah tersebut. Namun, hal itu akan berbeda beberapa waktu ke depan. Sebab, kini sedang digodok peraturan bupati (perbup) terkait pengelolaan aset daerah tersebut.
Pantauan di lapangan, selain beberapa wahana bermain anak, ada puluhan kios atau lapak sederhana sebagai pelengkap fasilitas publik. Sebagian kios masih kosong. Tidak hanya kuliner, ada juga kios yang menjual bibit dan tanaman hias.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Blitar Achmad Cholik mengatakan, lapak-lapak ekonomi tersebut tidak dalam kewenangan DLH. Sebaliknya, pembinaan dan pengawasan usaha tersebut ada di beberapa organisasi perangkat daerah (OPD). “Untuk yang kuliner dan kerajinan itu wilayah binaan disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Red), sedangkan yang bibit dan tanaman hias itu binaannya dinas pertanian dan pangan,” ujarnya.
Meski tidak ada kapasitas penataan usaha, bukan berarti DLH tidak memiliki peran di area tersebut. Sebab, secara umum RTH ini berada dalam pengawasan dan pengelolaan DLH. Hanya untuk kepentingan yang lebih teknis, hal itu diserahkan pada OPD terkait.
Cholik mengaku, pihaknya kini belum memiliki payung hukum untuk melakukan optimalisai pengelolaan RTH. Karena itulah, tidak ada kontribusi dari para pelaku usaha yang memanfaatkan fasilitas di ruang terbuka itu. “Karena ada manfaat yang di terima, tentu juga wajar jika pemerintah nanti menerapkan retribusi atas fasilitas tersebut,” katanya.
Dia melanjutkan, pihaknya kini sedang menyusun perbup sebagai salah satu dasar untuk melakukan pemungutan. Selain pelaku usaha yang memanfaatkan kios, kemungkinan besar para pengunjung fasilitas umum tersebut juga dikenai parkir. “Peluang-peluang yang bisa mendatangkan pendapatan atau pemasukan daerah memang harus diupayakan, tentu tujuannya agar pelayanan kepada masyarakat semakin baik,” tandasnya. (hai/c1/wen)