KOTA, Radar Trenggalek – Kinerja Badan Kehormatan (BK) DPRD Trenggalek mendapat sorotan dari masyarakat. Pasalnya mereka enggan membuka data hasil rekapitulasi daftar kehadiran DPRD selama 2022. Padahal peran mereka telah diatur dalam Peraturan DPRD 1/2020 tentang tata tertib DPRD. Bahkan sebelumnya mereka sempat meminta untuk merekap data kehadiran para legislator. “Ibaratnya dikasih gigi, tapi tidak pernah menggunakan giginya,” kata pengamat pemerintahan Suripto, kemarin (16/1).
Keengganan BK DPRD menanggapi daftar kehadiran anggota DPRD selama 2022 ditandai pernyataan Ketua BK Lamudji. Pada 4 Januari 2023, pihaknya meminta waktu untuk merekap daftar kehadiran anggota DPRD 2022 yang belum selesai, sedangkan pada Rabu (16/1) Ketua BK DPRD Trenggalek memiliki dalih lain. “Waalaikumsalam. Mas BK tidak berwenang untuk mengeluarkan data, pimpinan yang punya kewenangan,” jawab Ketua BK Lamudji, melalui pesan singkat WA.
Sementara Ketua DPRD Trenggalek Samsul Anam belum merespons terkait data rekapitulasi daftar kehadiran anggota DPRD selama 2022.
Menanggapi hal itu, Suripto menjelaskan, BK merupakan salah satu alat kelengkapan dewan yang bertugas untuk menegakkan dan menjaga marwah anggota DPRD supaya anggota DPRD jangan sampai menyimpang dari fungsi legislasi, kontrol, dan budgeter. “Ketika BK tidak melaksanakan hasil kinerja, karena masyarakat tidak tahu apa yang mereka kerjakan, apa yang mereka kerjakan itu dapat tunjangan. Artinya, tunjangan yang tidak disertai dengan hasil kinerja itu adalah makan gaji buta,” jelasnya.
Menurut Suripto, perencanaan kinerja itu perlu mempertimbangkan input, output, outcome, dan benefit. Misalnya ketika anggaran sudah tersedia, kemudian dilaksanakan, perlu ada dampak terhadap kesejahteraan masyarakat. “Kalau ini yang ada hanya input saja, anggaran, tapi tidak disertai dengan hasil kinerja kan ya mblebes,” tegasnya.
Lebih lanjut pria berkacamata itu mengatakan, rekapitulasi data kehadiran anggota DPRD selama 2022 itu bukan data yang bersifat rahasia. Dalam tatib DPRD, data yang dirahasiakan dan harus dilindungi itu merupakan data identitas pengadu dan pelapor terhadap kode etik anggota DPRD. “Data kehadiran itu mestinya menyangkut dengan akuntabilitas kinerja. Bukan sesuatu yang rahasia. Kalau saya bahkan, itu bukan hanya daftar hadir, tapi kalau perlu juga data time sif kerja. Tanggal sekian hadir, melaksanakan apa, supaya sebanding dengan honor atau tunjangan yang didapatkan,” ujarnya.
Pihaknya menyayangkan, bagaimana BK dihadapkan dengan kasus kode etik tingkat tinggi kalau terhadap daftar hadir saja itu enggan untuk dibuka secara publik. “Itu kan artinya sama dengan melindungi borok jamaah,” ucapnya.
Suripto pun berharap, agar BK DPRD bisa melaksanakan tusinya untuk menjaga marwah anggota dewan sebagai wakil rakyat yang bermartabat dan mampu melaksanakan tiga fungsi utama. “Termasuk mampu membangun akuntabilitas melalui kinerja-kinerja yang riil dan konkret,” kata salah satu dosen STAI Muhammadiyah Tulungagung tersebut. (tra/rka)