KABUPATEN BLITAR – Kepeduliannya kepada hewan begitu tinggi. Profesinya sebagai dokter hewan, praktis membuat Henny Ratna Utomo menjadikan hewan sebagai salah satu bagian terpenting dalam hidup. Namun, dia harus menerima kenyataan buruk. Bulan lalu, dokter kelahiran Jember itu dikagetkan dengan rumah jagal anjing di kawasan Blitar timur.
Kebengisan terjadi di sebuah rumah yang terletak di Dusun/Desa Sidomulyo, Kecamatan Selorejo. Diduga, rumah itu sehari-hari digunakan untuk aktivitas menjagal anjing. KT, sosok yang diduga menjadi dalang di balik rumah jagal tersebut. Kini dia diperiksa di Mapolres Blitar. Namun, ada sepenggal kisah pahit yang dialami drh Henny Ratna Hutomo.
Perempuan ramah yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Jawa Timur VIII itu, terlibat langsung merawat 34 anjing yang diselamatkan dari rumah jagal. Henny mengaku, itu merupakan pengalaman lara yang tak pernah bisa dia lupakan. Sebab di sana, puluhan ekor anjing diperlakukan tak layak.
Henny tak menampik ada golongan masyarakat yang mengonsumsi daging anjing. Namun, itu dilakukan secara individual. “Jadi begitu saya tahu ada jagal puluhan ekor anjing dalam sehari, itu saya sangat kaget. Itu menyakitkan di benak kami para dokter hewan,” kata Henny.
Jika kembali diulas, Rabu (23/3) lalu, rumah jagal anjing digerebek jajaran Polres Blitar bersama aktivis pencinta hewan. Saat diperiksa, hunian minimalis itu menampung puluhan anjing. Tampak masih ada yang terkurung di dalam teralis besi. Lalu, sekitar lima ekor anjing sudah tak bernyawa di dalam lemari pendingin. Henny menyebut, sehari usai penggerebekan, dia dan tim PDHI bergerak ke lokasi.
Perempuan berparas cantik itu menyatakan, ada sejumlah anjing yang akhirnya dia rawat di kliniknya. Dia kemudian bergegas menekropsi atau bedah bangkai pada anjing yang sudah tak bernyawa. Tindakan itu merupakan upaya untuk mengungkap penyebab kematian pada hewan.
“Setelah kami cek, ternyata ada yang terinfeksi parvovirus. Otomatis saya kawatir karena virus itu berbahaya. Akhirnya besoknya, saya kembali lagi ke Selorejo,” ujarnya.
Saat kembali ke lokasi kejadian, Henny menggambarkan rumah itu layaknya penjara bagi anjing. Bagaimana tidak? Tempat yang gelap, tak ada ventilasi, serta minimnya kebersihan membuat batinnya menjerit. Ditambah aroma tak sedap seolah memenuhi setiap sudut ruangan pengap itu. Menurut pengakuannya, malam itu masih ada anjing yang berada di dalam kurungan.
Lagi-lagi, Henny dibuat geleng-geleng kepala. Itu setelah dia melihat jelas jenis-jenis anjing yang tak seharusnya tersiksa. Beberapa di antaranya, ada anjing berjenis bulu panjang. Bulu anjing itu sangat tak terawat. Kemudian, terdapat anjing yang diperkirakan masih dalam kondisi hamil. Saat itu dia tak bisa berbuat banyak. Lantaran, anjing-anjing itu masih menjadi barang bukti kepolisian dan tak bisa dikutik.
Sembari menceritakan kepedihannya, air mata dokter yang membuka praktik di Jalan Imam Bonjol, Kecamatan Sananwetan, itu nyaris tak terbendung. Henny menuturkan, bagi konsumen, mungkin anjing tak lebih dari seonggok daging. Bagi penjagal, anjing adalah sumber nafkah. Lalu, mungkin polisi menganggap hewan itu sebagai barang bukti.
“Tapi buat dokter hewan, mau bagaimanapun dia (anjing, Red) itu pasien dan itu nyawa yang masih bisa kami usahakan kesehatannya. Karena untuk dokter hewan sendiri, kami disumpah dan kami punya slogan Manusya Mriga Satwa Sewaka,” ungkapnya dengan terbata-bata.
Ya, slogan itu merupakan pedoman bagi dokter hewan. Jika dideskripsikan, Manusya Mriga Satwa Sewaka mengandung maksud mengabdi untuk kesejahteraan manusia melalui dunia hewan. Maka, kebebasan hewan adalah hal mutlak. Sebab, ketika kesejahteraan hewan sudah terjamin, manusia bisa hidup dengan sehat.
Kemudian ada lima prinsip kebebasan hewan atau freedoms of animal welfare. Kelima prinsip itu yakni bebas dari rasa lapar, malnutrisi dan haus, bebas dari rasa takut dan stres, bebas dari rasa tidak nyaman, bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit, serta bebas mengekspresikan perilaku alamiah.
Terkait dengan kasus dugaan penganiayaan pada anjing itu, perempuan berdarah Tionghoa itu berharap masyarakat bisa lebih meningkatkan rasa sayang pada hewan. Dengan demikian, lima prinsip kebebasan pada hewan itu tak dilanggar, seperti yang terpampang di rumah yang diduga kuat untuk jagal itu. “Makan yang wajar aja. selain itu kan banyak penyakit anjing yang menular ke manusia, seperti salah satunya rabies sampai cacing,” tandasnya. (*/c1/wen)